Jumat, 18 April 2014
Senin, 14 April 2014
aku
"My dear"
"kadang apa yang kita pikirkan, yang kita inginkan belum tentu itu bisa terwujud"
awalnya aku seneng kenal ama dia, dia itu kakak yang baik, yang udah ngajarin aku bagaimana dengan sabarnya aku menghadapi hidup, rintangan, tantangan yang aku alami saat ini menjelang kuliah ke semester 2, tepatnya jurusan psikologi.
Yah,,,sebutlah nama dia itu kakak aja, soalnya aku keseringan manggil dia kakak, waktu pertama kali ketemu. sebenarnya sich aku pas kenal ama kakak itu gak ngerasa apa-apa. cuman pas di ajak jalan lebih ajakan itu. bodohnya aku juga sich, kenapa coba bisa jadi kejebak kaya gini, mending gak usah kenal, biar pas ketemu kan gak canggung dan malu. Hemmmm,,, yah tapi mau gimana lagi nasi udah menjadi bubur, aku udah terlanjur mengenal dia. Walau di Facebook dia udah ngeblokir aku, tapi yah aku fine-fine aja deh, gak apa-apa lah, mungkin ini semua udah di rencanain oleh Allah SWT.
kalau mau jujur, aku juga bingung sich ama perasaan aku sekarang, apa jatuh cinta, atau gimana yah, ??????????...bingung,,,,,,,nunjukin gak yah? ngomong gak yah?
Akh,,,gak mungkin dan gak mau deh, walaupun jelek aku masih punya harga diri, malu...heheheheh masa aku yang bilang. yah,,,sabar aja deh..kalau emang jodoh mah gak bakalan kemana.IYA GAK//////
Tadi kan aku ketemu dia, kaget bangat pas dia bilang aku udah ngeblokir kamu. hufffff....yah deh gak apa-apa..aku terima kok. aku juga maklumi, lagian aku kan bukan siapa-siapa nya dia, aku kan cuman orang asing, yang tiba-tiba kenal ama dia, karena dia juga udah kenal keluarga aku duluan. heheheh
aku cuman berharap semoga aku di ajak jalan ama dia lagi, bukanya apa-apa. aku ngerasa nyaman bangat ama dia, lega setelah curhat. yah walau dia bukan siapa-siapanya aku.
#23121995#
"kadang apa yang kita pikirkan, yang kita inginkan belum tentu itu bisa terwujud"
awalnya aku seneng kenal ama dia, dia itu kakak yang baik, yang udah ngajarin aku bagaimana dengan sabarnya aku menghadapi hidup, rintangan, tantangan yang aku alami saat ini menjelang kuliah ke semester 2, tepatnya jurusan psikologi.
Yah,,,sebutlah nama dia itu kakak aja, soalnya aku keseringan manggil dia kakak, waktu pertama kali ketemu. sebenarnya sich aku pas kenal ama kakak itu gak ngerasa apa-apa. cuman pas di ajak jalan lebih ajakan itu. bodohnya aku juga sich, kenapa coba bisa jadi kejebak kaya gini, mending gak usah kenal, biar pas ketemu kan gak canggung dan malu. Hemmmm,,, yah tapi mau gimana lagi nasi udah menjadi bubur, aku udah terlanjur mengenal dia. Walau di Facebook dia udah ngeblokir aku, tapi yah aku fine-fine aja deh, gak apa-apa lah, mungkin ini semua udah di rencanain oleh Allah SWT.
kalau mau jujur, aku juga bingung sich ama perasaan aku sekarang, apa jatuh cinta, atau gimana yah, ??????????...bingung,,,,,,,nunjukin gak yah? ngomong gak yah?
Akh,,,gak mungkin dan gak mau deh, walaupun jelek aku masih punya harga diri, malu...heheheheh masa aku yang bilang. yah,,,sabar aja deh..kalau emang jodoh mah gak bakalan kemana.IYA GAK//////
Tadi kan aku ketemu dia, kaget bangat pas dia bilang aku udah ngeblokir kamu. hufffff....yah deh gak apa-apa..aku terima kok. aku juga maklumi, lagian aku kan bukan siapa-siapa nya dia, aku kan cuman orang asing, yang tiba-tiba kenal ama dia, karena dia juga udah kenal keluarga aku duluan. heheheh
aku cuman berharap semoga aku di ajak jalan ama dia lagi, bukanya apa-apa. aku ngerasa nyaman bangat ama dia, lega setelah curhat. yah walau dia bukan siapa-siapanya aku.
#23121995#
makalah intelegensi
INTELEGENSI
Psikologi umum
Semester Dua
Di
susun Oleh :
1.
Bunga
Rezki Lestari (11513820)
2.
Nur
Fadillah Ami S (19513781)
3.
Widya
Djaati (19513267)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
Tahun Ajaran 2013/2014
UNIVERSITAS GUNADARMA
Tahun Ajaran 2013/2014
Depok
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Istilah
Intelegensi yang padanan katanya “kecerdasan”, walaupun sepintas lalu kelihatan jelas,
rupanya tidak mudah dirumuskan, karena tidak semua orang atau bahkan setiap
ahli menyatakan hal yang sama untuk istilah tersebut. Banyak ahli yang berbeda
persepsi untuk mendefinisikan istilah inteligensi.Intelegensi merupakan salah satu konsep yang di pelajari
dalam psikologi. Pada hakekatnya, semua orang sudah merasa memahami makna
intelegensi. Sebagian orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan hal yang
sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan.
1.2
Rumusan masalah
1.
Apa definisi dari
Intelegensi ?
2.
Apa saja faktor
yang mempengaruhi intelegensi ?
3.
Apa saja teori
intelegensi ?
4.
Bagaimana
pengukuran intelegensi ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi intelegensi.
2.
Untuk memahami
faktor yang mempengaruhi intelegensi.
3.
Untuk memahami
teori intelegensi.
4.
Dan bisa bermanfaat
pagi mahasiswa psikologi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
intelegensi
Apabila kita telusuri asal usulnya,
kata “intelegensi” erat sekali hubungannya dengan kata “intelek”. Hal itu bias
dimaklumi sebab keduanya berasal dari kata latin yang sama, yaitu intellegere, yang berarti memahami.
Intellectus atu intelek adalah bentuk participium perpectum (pasif) dari
intellegere; sedangkan intellegens atau inteligensi adalah bentuk participium
praesens (aktif) dari kata yang sama. Bentuk-bentuk kata ini memberikan
indikasi kepada kita bahwa intelek lebih bersifat pasif atau statis (being,
potensi), sedangkan inteligensi lebih bersifat aktif (becoming, aktualisasi).
Berdasarkan pemahaman ini, bisa kita simpulkan bahwa intelek adalah daya atau
potensi untuk memahami, sedangkan inteligensi adalah aktivitas atau perilaku
yang merupakan perwujudan dari daya atau
potensi tersebut.
Sehubungan dengan pengertian
inteligensi ini, ada yang mendefinisikan inteligensi sebagai: “Kemampuan untuk
berpikir secara abstrsk” (Terman); “Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya” (Colvin); ada pula yang mendefinisikan inteligensi sebagai
“intelek plus pengetahuan” (Henmon); “Teknik untuk memproses informasi yang
disediakan oleh indera” (Hunt).
Untuk
memperoleh pengertian yang lebih luas dan lebih jelas tentang inteligensi, berikut
ini akan dikemukakan beberapa definisi yang dirumuskan oleh para ahli.
1.
S.C
Utami Munandar
Secara umum
inteligensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Kemampuan
untuk berpikir abstrak;
b. Kemampuan
untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar;
c. Kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
2.
Alfred
Binet
Alfred Binet,
dikenal sebagai pelopor dalam menyusun tes inteligensi, mengemukakan
pendapatnya mengenai inteligensi sebagai berikut (Effendi & Praja, 1993):
Inteligensi
mempunyai tiga aspek kemampuan, yaitu:
a.
Direction,
kemampuan untuk memusatkan kepada suatu
masalah yang harus dipecahkan.
b.
Adaptation,
kemampuan untuk mengadakan adaptasi
terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel dalam menghadapai masalah.
c.
Criticism,
kemampuan untuk mengadakan kritik, baik
terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.
3.
L.L
Thurstone
Ia mengemukakan
teori multi faktor yang meliputi 7 faktor dasar (primary abilities), yaitu:
a. Verbal
comprehension (V), kecakapan untuk memahami pengertian yang diucapkan
kata-kata;
b. Word
fluency (W), kecakapan dan kefasihan
mengggunakan kata-kata;
c. Number
(N), kecakapan untuk memecahkan masalah matematika (penggunaan
angka-angka/bilangan);
d. Space
(S), kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal, seperti
menggambar design from memory;
e. Memory
(M), kecakapan untuk mengingat;
f. Perceptual
(P), kecakapan mengamati dan menafsirka, mengamati persamaan dan perbedaan
suatu objek;
g. Reasoning
(R), kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip-prinsip.
4.
Edward
Thorndike
Sebagai seorang
tokoh psikologi koneksionisme, Thorndike mengemukakan bahwa: “Inteligensi
adalah kemampuan individu untuk memberikan respons yang tepat (baik) terhadap
stimulasi yang diterimanaya”
5.
George
D. Stodard
inteligensi
adalah kecakapan dalam menyatakan tingkah laku, yang memiliki cirri-ciri
sebagai berikut:
a. Mempunyai
tingkat kesukaran;
b. Kompleks;
c. Abstrak;
d. Ekonomis;
e. Memiliki
nilai-nilai social;
f. Memiliki
daya adaptasi dengan tujuan;
g. Menunjukkan
kemurnian (original);
6.
William
Stern
“Inteligensi
merupakan kapasitas atau kecakapan umum pada individu secara sadar untuk
menyesuaikan pikirannya pada situasi yang dihadapinya”.
7.
Lewis
Medison Terman
Inteligensi
terdiri atas dua faktor, yakni:
“General ability
(faktor G), yaitu kecakapan umum” dan “Special ability (faktor S), yaitu
kecakapan khusus”. Faktor G dan faktor S bukan suatu faktor yang terpisah,
tetapi bekerjasama sebagai kesatuan yang bulat. Teori dari Terman ini dikenal
sebagai teori dwi faktor (two factor theory).
8.
Carl
Whitherington
Menurut
Whitherington, sebutan inteligensi atau kecerdasan sebetulnya kurang tepat.
Yang lebih tepat adalah “kelakuan cerdas”. Alasannya, kalau disebut
inteligensi, seakan-akan inteligensi itu melekat pada badan, seperti hidung,
telinga, sedangkan menurutnya, inteligensi bukan merupakan suatu benda
(substansi), melainkan suatu pengertian. Jadi, inteligensi tidak lain dari
pengertian, kumpulan kelakuan yang menunjukkan hal yang cerdas. Pengertian
inteligensi, menurut Whitherington, mempunyai ciri-ciri hakiki berikut:
1. Cepat;
makin cepat pekerjaan diselesaikan, makin cerdaslah orang yang menyelesaikan.
2. Cekatan;
biasanya dihubungkan dengan pekerjaan tangan; dengan mudah dan ringkas
menjelaskan sesuatu.
3. Tepat;
sesuai dengan tuntutan keadaan; misalnya mengukur jalan yang panjang dengan
besaran yang benar pula. Juga berarti mengukur dengan tepat, tidak kurang pula.
Dengan demikian,
dapatlah disebut bahwa inteligensi adalah kesempurnaan perbuatan kecerdasan.
Yang dimaksud kecerdasan adalah kecerdasan (activity) yang efisisen. Dan
dikatakan efisien apabila memenuhi tiga cirri-ciri hakiki inteligensi tadi.
2.2
BENTUK
TES INTELIGENSI
A. Wechsler Test
Seorang
psikolog, David Wechler mengembangkan tiga alat tes inteligensi yaitu the Wechsler Adult Intelligence Scale(WAIS),
the Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC), dan
the Wechsler
Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI). Ketiga alat tes ini
diterima dan banyak digunakan oleh psikolog klinis dan ahli-ahli lainnya.
Namun, untuk alat tes yang digunakan untuk orang dewasa, the WAIS yang paling
efektif. Wechlsler tes merupakan alat tes yang dikembangkan untuk melihat
individu secara keseluruhan dan fokus pada proses bukan sekedar hasil skor pada
tes.
Sejarah dan Perkembangan The WBIS & WAIS
Pada awalnya, the WAIS merupakan the
Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WB) pada tahun 1939. Wechsler menunjukkan
bahwa tes inteligensi seperti Stanford-Binet dirancang untuk mengukur
intligensi anak-anak dan untuk beberapa kasus yang mencakup orang dewasa tidak
dapat sesuai. Terlebih untuk tes verbal yang standarnya kurang sesuai. Untuk mengatasi masalah ini, Wechsler
membuat alat tes yang bernama Wechsler-Bellevue, dimana item-itemnya banyak
yang diadopsi dari Tes Binet-Simon, the Army Alpha, yang biasa digunakan untuk
tes militer pada Perang Dunia I dan dari tes-tes lainnya. Pada tahun 1955,
Wechsler-Bellevue diganti dengan the WAIS,yang direvisi kembali pada tahun 1981
dengan nama WAIS-R, dan direvisi kembali menjadi the WAIS-3 pada tahun 1997.
Item-item pada skala the WAIS diambil dari variasi tes, seperti pengalaman
klinis dan dari proyek-proyek pilot. Item-item tersebut dipilih dengan dasar
validitas empiris walaupun seleksinya didasari oleh Wechsler’s theory of the
nature intelligence. Revisi the WAIS-R merupakan usaha untuk memodernisasi
konten alat tes, seperti, informasi baru item subtes yang mengacu pada orang
kulit hitam yang terkenal dan kepada wanita,untuk mengurangi ambiguitas, untuk
mengurangi pertanyaan-pertanyaan kontroversial, untuk memfasilitasi
administrasi, dan menilai dengan tepat sesuai dengan perubahan pada Manual.
Fungsi-fungsi psikologis pada WAIS
Subtes
|
Fungsi-fungsi Psikis
|
Faktor-faktor yang berpengaruh
|
Informasi
|
Retensi jangka panjang asosiasi
dan organisasi pengalaman
|
Latar belakang cultural interes
|
Komprehensi
|
Penalaran abstrak organisasi
pengetahuan pembentukan konsep luasnya atensi
|
Peluang cultural respon terhadap
situasi-situasi riil
|
Aritmetik
|
Retensi dan proses-proses
aritmetik
|
Peluang memperoleh proses-proses
dasar aritmetik
|
Persamaan
|
Analisis hubungan-hubungan
pembentukan proses verbal
|
Peluang cultural yang minum
|
volkabulari
|
perkembangan bahasa pembentukan
konsep
|
Peluang kultural
|
Rentangan angka
|
Mengingat cepat imajinasi auditif
imajinasi visual pada saat itu
|
Luasnya atensi
|
Menata gambar
|
Persepsi visual mengenai
relasi-relasi sintesis dari meteri nonverbal
|
Suatu peluan cultural kecil ketajaman visual pada saat itu
|
melengkapi gambar
|
Persepsi visual: analisis
imajinasi visual
|
Pengalaman lingkungan, ketejaman visual
pada saat itu
|
Merakit objek
|
Persepsi visual: sintesis
imajinasi visual
|
Kecekatan ketepatan motorik
presisi
|
Rancangan balok
|
Persepsi bentuk, persepsi visual
analisis, integrasi visual motorik, kecekatan ingatan cepat
|
Kecekatan motorik, pengelihatan
warna minimum
|
Symbol angka
|
Integrasi visual motorik,
imajinasi visual
|
Kecekatan ketepatan motorik
|
TablWAIS-R subtests
Analisis pola
Penggunaan
skala Wechsler telah menghasilkan sejumlah besar informasi diantaranya :
analisi pola, makna dari perbedaan antara skor skala subteks atau antara IQ
verbal dan kinerja. Contohnya kita dapat mengharapkan IQ seseorang dan kinerja
IQ Verbal menjadi cukup mirip. Pola kinerja mungkin berhubungan dengan beberapa
kondisi diagnostik. Sebagai contoh, kinerja menghitung jauh lebih tinggi dari
kemampuan kosakata mungkin hal ini menunjukkan belahan otak kiri
mengalami penurunan kinerja otak kiri. (Haynes&Bensch,1981). Wechler (1941)
berpendapat bahwa perbedaan besar dari dua titik skala rata-rata subset orang
yang signifikan mencerminkan beberapa kelainan. Bagian sulit dari analisi pila
adalah perbedaan antara subyek yang diperoleh oleh salah satu individu mungkin
mencerminkan kondisi diagnostik yang rendah seperti objek majelis dan picture
arrangement.
Komposisi faktor dalam skala WAIS
Skala WBS tahun 1939 dan WAIS 1955,
telah dianalisis menurut berbagai teknik statistic yang penting. Para analiasis
bersepakat dalam penemuan empat faktor di dalamnya, yakni:
1. Suatu faktor umum (g), yang disebut
sebagai edukatif atau penalaran umum.
2. Suatu faktor verbal, atau disebut
komprehensi verbal.
3. Suatu faktor organisasi nonverbal,
ruang, atau organisasi visual motorik.
4. Faktor memori nonspesialisasi.
Group Administration
Meskipun tes
Wechsler adalah tes yang diujikan per individu, beberapa investigator berusaha
untuk mengembangkan tes ini ke dalam bentuk kelompok, dengan memilih bagian yes
yang khusus dan mengubah prosedur pengontrolan sehingga sekelompok orang dapat
diuji secara serentak. Hasil dari pengontrolan ini secara umum berkorelasi dari
rentang 0,80 sampai 0,90 dengan standar pengontrolan., meskipun lagi menyatakan
bahwa data observasi yang kaya dapat dikumpulkan dari pengontrolan per
individual.
Kesalahan penguji
Slate dan
Hunnicut (1988) mengajukan beberapa alasan yang dapat menjelaskan adanya
kesalahan penguji dalam skala Wechsler, yaitu:
1. kurangnya
training dan dan kurangnya prosedur instruksional.
2. ambiguitas
dalam tes manual, kurang jelasnya penjelasan tentang pemberian skor, dan kurangnya instruksi yang lebih spesifik
yang akhirnya mengambigukan respon
3. kecerobohan penguji dalam penghitungan
maupun pengontrolan
4. kesalahan yang disebabkan karena
perbedaan antara penguji dan yang diuji
5. masalah pekerjaan dari penguji
Kritik
Meskipun tes Wechsler sering digunakan,
ada banyak kritik dalam kepustakaannya. G. Frank (1983) contohnya, menyatakan
tes Wechsler seperti dinosaurus yang terlalu besar dan tidak dalam jalur
konseptualisasi tertentu
dari
psikometrik dan inteligensi; ia juga berpendapat tes ini sebaiknya dihapus.
Namun begitu, WAIS-R telah digunakan secara luas, baik dalam praktek klinis
maupun penelitian, dan banyak keuntungan yang telah terbukti dari tes ini.
Contohnya, berlawanan dengan pendapat umum, satu penemuan umum dari tes
Wechsler adalah tes ini tidak memiliki bias sistematis yang berlawanan dengan
kelompok minoritas.
Keuntungan:
o Mencakup rentang umur 16-74 tahun
o Penyelesaian manual WAIS-R dapat
mencangkup standar pengukuran kesalahan
o Skalanya memiliki konten dan
struktur validitas
o Dapat digunakan untuk berbagai
instansi
o Reliabilitas tinggi
o Tes ini tidak memiliki bias
sistematis yang berlawanan dengan kelompok minoritas.
o Dapat menghasilkan sejumlah besar
informasi diantaranya : analisi pola, makna dari perbedaan antara skor skala
subteks atau antara IQ verbal dan kinerja
Kelemahan:
Tes ini terlalu besar
dan tidak dalam jalur
konseptualisasi
tertentu dari psikometrik dan inteligensi serta adanya examiner error.
B.
TES IST
Tes IST (Intelligenz Struktur Test)
merupakan salah satu tes psikologi untuk mengukur tingkat intelegensi
seseorang. Tes IST sangat familiar digunakan oleh biro-biro psikologi saat ini.
Untuk mengetahuil lebih detail mengenai tes IST, akan dijelas lebih lengkap di
bawah ini.
Sejarah Perkembangan Tes IST (Intelligenz Struktur Test)
Tes
IST merupakan salah satu tes yang digunakan untuk mengukur inteligensi
individu. Tes ini dikembangkan oleh Rudolf Amthauer di Frankfurt, Jerman pada
tahun 1953. Amthauer mendefinisikan inteligensi sebagai keseluruhan struktur
dari kemampuan jiwa-rohani manusia yang akan tampak jelas dalam hasil tes.
Intelegensi hanya akan dapat dikenali (dilihat) melalui manifestasinya misalnya
pada hasil atau prestasi suatu tes.
Berdasarkan
pemikiran ini Amthauer menyusun sebuah tes yang dinamakan IST dengan hipotesis
kerja sebagai berikut:
“Komponen
dalam struktur tersebut tersusun secara hierarkis; maksudnya bidang yang dominan
kurang lebih akan berpengaruh pada bidang-bidang yang lain; kemampuan yang
dominan dalam struktur intelegensi akan menentukan dan mempengaruhi kemampuan
yang lainnya.”
Pandangan
Amthaeur pada dasarnya didasari oleh teori faktor, baik itu teori bifaktor,
teori multifaktor, model struktur inteligensi Guilford dan teori hirarki
faktor. Berdasarkan teori faktor, untuk mengukur inteligensi seseorang
diperlukan suatu rangkaian baterai tes yang terdiri dari subtes-subtes. Antara
subtes satu dengan lainnya, ada yang saling berhubungan karena mengukur faktor
yang sama (general factor atau group factor), tapi ada juga yang tidak
berhubungan karena masing-masingnya mengukur faktor khusus (special factor).
Sedangkan kemampuan seseorang itu merupakan penjumlahan dari seluruh skor
subtes-subtes. Maka Amthauer menyusun IST sebagai baterai tes yang terdiri dari
9 subtes (Polhaupessy, dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).
Karakteristik
dari baterai tes Amthauer menunjukkan adanya suatu interkorelasi yang rendah
antar subtesnya (r=0.25) dan korelasi antara subtes dengan jumlah (keseluruhan
subtes) yang rendah pula (r=0.60).
Semenjak
diciptakan, IST terus dikembangkan oleh Amthauer dengan bantuan dari para
koleganya, berikut adalah perkembangan tes IST dari tahun 1953 hingga tahun
2000-an.
Tes IST 1953
Tes
IST yang pertama ini pada awalnya hanya digunakan untuk individu usia 14 sampai
dengan 60 tahun. Proses penyusunan norma diambil dari 4000 subjek pada tahun
1953.
Tes IST 1955
Tes
IST merupakan pengembangan dari IST 1953, pada IST 1955 rentang usia untuk
subjek diperluas menjadi berawal dari umur 13 tahun. Subjek dalam penyusunan
norma bertambah menjadi 8642 orang. Pada tes ini sudah ada pengelompokan jenis
kelamin dan kelompok usia.
Tes IST 1970
Berdasarkan
permintaan dan tuntutan pengguna yang menyarankan pengkoreksian dengan mesin
juga pengembangan tes setelah penggunaan lebih dari 10 tahun, maka disusunlah
IST 70. Dalam IST 70 ini tidak terlalu banyak perubahan, tes ini memiliki 6
bentuk, setiap pemeriksaan dilakukan 2 tes sebagai bentuk parallel; yaitu A1
dan B2, atau C3 dan D4. Dua bentuk lainnya untuk pemerintah dan hanya bagi
penggunaan khusus. Pada IST 70, rentang kelompok usia diperluas menjadi berawal
dari 12 tahun. Disamping itu telah ditambah tabel kelompok dan pekerjaan. Namun
demikian, pada IST 70 terdapat kekurangan yaitu penyebaran bidang yang tidak
merata dan menggunakan kalimat dalam subtes RA sehingga jika subjek gagal dalam
subtes ini dapat dimungkinkan karena tidak mampu mengerjakan soal hitungannya
atau tidak mengerti kalimatnya.
Tes IST 2000
Sebagai
koreksi dari IST 70, pada IST 2000 tidak terdapat soal kalimat pada soal
hitungan.
Tes IST 2000-Revised
Pada
IST 2000-R ini terdapat beberapa perkembangan subtes juga penambahan subtes.
IST ini terdiri dari 3 modul, yaitu sebagai berikut:
1. Grundmodul-Kurzform (Modul
Dasar-Singkatan); terdiri dari subtes : SE, AN, GE, RE, ZR, RZ, FA, WU, dan
MA.
2. Modul ME: terdiri dari subtes ME
Verbal dan ME Figural
3. Erweiterungmodul (Modul menguji
pengetahuan); terdiri dari subtes Wissentest (tes pengetahuan)
IST
yang digunakan di Indonesia adalah IST hasil adaptasi Fakultas Psikologi
Universitas Padjajaran Bandung. Adaptasi dilakukan kepada IST-70. Tes ini
pertama kali digunakan oleh Psikolog Angkatan Darat Bandung, Jawa Barat
(Polhaupessy, dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).
Fungsi dan
Tujuan IST
Tes
ini dipandang sebagai gestalt (menyeluruh), yang terdiri dari bagian- bagian
yang saling berhubungan secara makna (struktur). Dimana struktur intelegensi
tertentu meggambarkan pola kerja tertentu, sehingga akan cocok untuk profesi
atau pekerjaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut IST umum digunakan untuk
memahami diri dan pengembangan pribadi, merencanakan pendidikan dan karier
serta membantu pengambilan keputusan dalam hidup individu.
Subtes-subtes
dalam IST
IST
terdiri dari sembilan subtes yang keseluruhannya berjumlah 176 aitem.
Masing-masing subtes memiliki batas waktu yang berbeda-beda dan
diadministrasikan dengan menggunakan manual (Polhaupessy, dalam Diktat Kuliah
IST UNPAD, 2009).
Sembilan
subtes dalam IST, yaitu:
1. SE: melengkapi kalimat. Pada subtes
ini yang diukur adalah pembentukan keputusan, common sense (memanfaatkan
pengalaman masa lalu), penekanan pada praktis-konkrit, pemaknaan realitas, dan
berpikir secara berdikari/ mandiri.
2. WA: melengkapi kalimat. Pada subtes
ini akan diukur kemampuan bahasa, perasaan empati, berpikir induktif
menggunakan bahasa, dan memahami pengertian bahasa.
3. AN: persamaan kata. Pada subtes ini
yang diukur adalah kemampuan fleeksibilitas dalam berpikir, daya
mengkombinasikan, mendeteksi dan memindahkan hubungan- hubungan, serta
kejelasan dan kekonsekuenan dalam berpikir.
4. GE: sifat yang dimiliki bersama.
Pada subtes ini hal yang akan diukur adalah kemampuan abstraksi verbal,
kemampuan untuk menyatakan pengertian akan sesuatu dalam bentuk bahasa,
membentuk suatu pengertian atau mencari inti persoalan, serta berpikir logis
dalam bentuk bahasa.
5. RA: berhitung. Dalam subtes ini
aspek yang dilihat adalah kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir
induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan.
6. ZR: deret angka. Dalam subtes ini
akan dilihat bagaimana cara berpikir teoritis dengan hitungan, berpikir
induktif dengan angka-angka, serta kelincahan dalam berpikir.
7. FA: memilih bentuk. Pada subtes ini
akan mengukur kemampuan dalam membayangkan, kemampuan mengkonstruksi (sintesa
dan analisa), berpikir konkrit menyeluruh, serta memasukkan bagian pada suatu
keseluruhan.
8. WU: latihan balok. Pada subtes ini
hal yang akan diukur adalah daya bayang ruang, kemampuan tiga dimensi,
analitis, serta kemampuan konstruktif teknis.
9. ME: latihan simbol. Subtes ini
mengukur daya ingat, konsentrasi yang menetap, dan daya tahan.
Skoring dan Interpretasi Tes IST
Skoring
Tahap
skoring yang digunakan untuk setiap subtes adalah dengan memeriksa setiap
jawaban dengan menggunakan kunci jawaban yang telah disediakan. Untuk semua
subtes (SE, WA, AN, RA, ZR, FA, WU, & ME), kecuali subtes 04-GE,
setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan untuk jawaban salah diberi nilai 0.
Khusus untuk subtes 04-GE, tersedia nilai 2, 1, dan 0; karena subtes ini
berbentuk isian singkat maka nilai yang akan diberikan tergantung dengan
jawaban yang diberikan oleh subjek.
Total
nilai benar yang sesuai dengan kunci jawaban merupakan Raw Score (RW); nilai
ini belum dapat diinterpretasi sesuai dengan norma yang digunakan. Nilai RW
yang sudah dibandingkan dengan norma disebut dengan Standardized Score (SW).
Nilai SW inilah yang dapat menjadi materi untuk tahap selanjutnya, yaitu
interpretasi. Adapun norma yang digunakan adalah sesuai dengan kelompok umur
subjek.
Interpretasi
Setelah
didapatkan Standardized Score, maka tahap interpretasi dapat dilakukan.
Kesembilan subtes saling berkaitan, sehingga harus dilakukan semuanya dan
interpretasinya harus dilakukan secara keseluruhan (Amthauer dalam Diktat
Kuliah IST UNPAD, 2009).
Interpretasi
yang dapat dilakukan dari tes IST adalah sebagai berikut:
1. Taraf kecerdasan. Taraf kecerdasan
didapat dari total SW. Nilai ini dapat diterjemahkan menjadi Intelligent
Quotient (IQ). Nilai ini dapat menggambarkan perkembangan individu melalui
pendidikan dan pekerjaan. Nilai ini perlu dihubungkan dengan latar belakang
sosial serta dibandingkan dengan kelompok seusianya.
2. Dimensi Festigung-Flexibilität.
Dimensi Festigung-Flexibilität menggambarkan corak berpikir yang dimiliki oleh
subjek. Dimensi Festigung-Flexibilitat merupakan dua kutub yang ekstrim,
Keduanya menggambarkan corak berpikir yang ekstrim pula. Kutub Festigung
memiliki arti corak berpikir yang eksak, sedangkan kutub Flexibilität memiliki
arti corak berpikir yang non-eksak. Corak berpikir ini merupakan hasil
perkembangan (pengalaman) individu yang akan semakin mantap ke salah satu kutub
seiring bertambahnya usia. Cara menentukan seseorang subjek apakah memiliki
kecenderungan Festigung atau Flexibilitat adalah dengan membandingkan nilai
GE+RA dengan nilai AN+ZR. Jika nila GE+RA lebih besar maka subjek memiliki
kecenderungan Festigung, sebaliknya jika nilai AN+ZR lebih besar maka subjek
memiliki kecenderungan Flexibilitat.
3. Profil M-W. Profil M-W menggambarkan
cara berpikir, apakah verbal-teoritis atau praktis-konkrit. Untuk mendapatkan
profil dalam bentuk huruf M atau W ini dapat dilihat dari 4 subtes pertama (SE,
WA, AN, GE) yang tampak pada grafik. Jika grafik menunjukkan bentuk huruf M
pada 4 subtes pertama maka profilnya adalah M (verbal-teoritis), jika yang
tampak adalah bentuk huruf W maka profilnya adalah W (praktis-konkrit).
C.
TES CPM
CPM (Colours Progressive Matrices)
merupakan salah satu alat tes terbaik untuk mengukur inteligensi umum, dimana
CPM dapat mendeskripsikan kemampuan abstrak atau pemahaman non verbal. CPM
dipergunakan untuk mengukur taraf kecerdasan bagi anak-anak yang berusia
5 sampai 11 tahun. CPM selain dapat digunakan bagi anak normal dapat pula
digunakan bagi anak abnormal.
Bentuk tes CPM ada dua
macam yaitu berbentuk cetakan buku dan yang lainnya berbentuk papan dan gambar-gambarnya
tidak berbeda dengan yang di buku cetak. CPM (Colours Progressive Matrices)
terdiri dari 36 gambar, gambar-gambar tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok
atau 3 set yaitu set A, set Ab, dan set B yang masing-masing terdiri dari 12
soal. Persoalan CPM bergerak dari mudah ke sulit, yang menuntut keakuratan
diskriminasi. Soal-soal yang lebih sulit melibatkan analogi, permutasi,
perubahan poin dan hubungan yang logis. Tiap item terdiri dari
sebuah gambar besar yang berlubang dan dibawahnya terdapat 6 gambar penutup.
Tugas testi adalah memilih salah satu diantara gambar ini yang tepat untuk
menutupi kekosongan pada gambar besar.
Tes ini dirancang
khusus untuk testee berusia 5 hingga 11 tahun dimana tes ini dapat disajikan
secara individual atau klasikal. Waktu untuk mengerjakan tes ini adalah tidak
dibatasi.
Cara penilaian pada
tes ini adalah memberi nilai 1 pada jawaban yang benar, dan nilai 0 pada jawaban yang salah. Sehingga skor mentah
atau Raw Scored maksimal yang dapat diperoleh adalah 36 (RS maksimal= 36).
Setelah Raw Score diperoleh, maka tester perlu mengubah skor tersebut ke dalam
bentuk persentil, sesuai dengan Usia Kronologis (CA) testee. Jika sudah diubah
menjadi persentil, maka tester akan dapat menggolongkan testee ke dalam Grade
dan Kapasitas Intelektual.
Aspek yang diukur pada
CPM adalah:
1. Berpikir logis atau
menalar, yaitu kemampuan untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan
logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar sesuai dengan
pengetahuan sebelumnya
2.
Kecakapan pengamatan ruang, yaitu kemampuan
untuk membayangkan dan menganalisa ruang dengan baik.
3.
Kemampuan berpikir analogi, yaitu kemampuan
untuk memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang telah dipelajari
sebelumnya untuk menyelesaikan masalah yang baru.
4.
Kemampuan memahami hubungan antara keseluruhan
dan bagian, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan antara pola gambar besar
dengan pola gambar kecil.
Tujuan
Tes
CPM dapat digunakan untuk mengungkap taraf kecerdasan bagi anak-anak yang
berusia 5 samapai 1 tahun. Di samping itu juga digunakan untuk orang-orang yang
lanjut usia dan bahkan utnuk anak-anak defective
2.3 PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM INTELIGENSI
Seperti
yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tingkat intelegensi yang
berbeda. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi sehingga
mengakibatkan adanya perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lainnya
yaitu :
1. Pengaruh Faktor Bawaan / Keturunan
Seberapa besar korelasi antara IQ orangtua dan IQ anak?
Konsep heritabilitas berusaha memilah pengaruh keturunan dan lingkungan dalam
suatu populasi. Heritabilitas (heritability) adalah bagian dari variansi dalam suatu populasi yang dikaitkan
dengan faktor genetik. Indeks
heritabilitas dihitung dengan menggunakan teknik statistik korelasi. Jadi, indeks heritabilitas tertinggi adalah
1,00, sehingga korelasi 0,70 keatas menunjukkan adanya pengaruh genetika yang
kuat. Sebuah komite, yang terdiri dari peneliti-peneliti yang dihimpun American Psychological Association, menyimpulkan
bahwa pada tahap remaja akhir, indeks heritabilitas kecerdasan kira-kira 0,75
mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat.
Menariknya, para peneliti menemukan bahwa indeks heritabilitas
kecerdasan meningkat dari 0,45 pada bayi hingga 0.80 pada masa dewasa. Mengapa
pengaruh heritabilitas terhadap kecerdasan meningkat seiring pertambahan usia?
Mungkin, ketika kita bertambah dewasa, pengaruh lingkungan dan oranglain atas
diri kita semakin berkurang, dan kita lebih mampu memilih lingkungan yang
sesuai dengan keunggulan genetik kita. Contohnya, anak-anak atau remaja kadang
didorong orangtua mereka untuk memasuki lingkungan yang tidak sesuai dengan
warisan genetik mereka (anak ingin menjadi pemusik tetapi di dorong menjadi
dokter, misalnya). Ketika dewasa, individu-individu ini memiliki lebih banyak
keleluasaan memilih lingkungan karier mereka sendiri.
Arthur Jensen (1969) berpendapat bahwa kecerdasan pada
umumnya diwariskan dan bahwa lingkungan hanya berperan minimal dalam
mempengaruhi kecerdasan. Jensen meninjau riset tentang kecerdasan, yang
kebanyakan melibatkan perbandingan-perbandingan skor tes IQ pada anak kembar
identik dan kembar tidak identik. Anak kembar identik memiliki susunan gen yang
serupa, jadi jika kecerdasan diturunkan secara genetik, skor IQ dari anak
kembar identik haruslah lebih serupa satu sama lain dibandingkan skor IQ dari
anak kembar tidak identik.
Studi-studi yang dipelajari Jansen menunjukkan korelasi
rata-rata skor tes kecerdasan anak-anak kembar identik sebesar 0,82. Uji
korelasi skor tes IQ anak-anak kembar tidak identik menghasilkan korelasi
rata-rata 0,50. Jensen juga membandingkan korelasi skor-skor IQ untuk anak-anak
kembar identik yang dibesarkan bersama-sama dan yang dibesarkan terpisah. Nilai
korelasi untuk anak kembar identik yang dibesarkan bersama-sama adalah 0.89 dan
yang dibesarkan terpisah 0,78. Jensen berpendapat bahwa jika faktor-faktor
lingkungan lebih penting daripada faktor genetik, maka perbedaannya akan lebih
besar.
Tingkat pendidikan orangtua kandung juga menjadi tolak ukur
dalam memprediksi skor-skor IQ sang anak ketimbang IQ orangtua angkatnya. Akan
tetapi, studi-studi adopsi juga mendokumentaskan pengaruh lingkungan.
Perpindahan anak dari keluarga lama ke keluarga baru, yang mengakomodasi
lingkungan yang lebih baik, meningkatkan IQ anak sekitar 12 poin. Namun, banyak
penelitian menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu
keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkorelasi tinggi
(± 0,50). Di antara kembar identik korelasi sangat tinggi (± 0,90), sedangkan
di antara individu-individu yang tidak bersanak saudara korelasinya rendah
sekali (± 0,20). Bukti lain dari adanya pengaruh bawaan adalah hasil-hasil penelitian
terhadap anak-anak yang diadopsi. IQ mereka ternyata masih biokorelasi tinggi
dengan ayah/ibu yang sesungguhnya bergerak antara (±0,40 sampai ±0,50). Sedang
korelasi dengan orangtua angkatnya sangat rendah (± 0,10 sampai ± 0,20).
Selanjutnya, studi terhadap kembar yang diasuh secara terpisah juga menunjukkan
bahwa IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi walaupun mereka tidak pernah
saling kenal. Ini menunjukkan bahwa walau lingkungan berpengaruh terhadap taraf
kecerdasan seseorang, tetapi banyak hal dalam kecerdasan itu yang tetap tak
berpengaruh.
2. Pengaruh Faktor Lingkungan
Sementara faktor keturunan genetika memberi kontribusi pada
IQ, kebanyakan peneliti sepakat bahwa untuk kebanyakan orang, memodifikasi
dalam lingkungan dapat mengubah skor IQ seseorang. Memperkaya lingkungan dapat
meningkatkan prestasi di sekolah dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan pekerjaan. Walaupun faktor keturunan genetika mungkin selalu
mempengaruhi kemampuan intelektual, faktor-faktor lingkungan dan kesempatan
juga dapat menimbulkan perbedaan.
Studi-studi telah menemukan korelasi-korelasi signifikan
antara status sosiekonomi dan kecerdasan. Cara orangtua berkomunikasi dengan
anak, dukungan yang diberikan orangtua, lingkungan dimana keluarga tinggal, dan
kualitas sekolah memberikan kontribusi terhadap korelasi-korelasi ini. Pengaruh
lingkungan juga ditemukan pada penelitian tentang anak adopsi. Contohnya,
menurut salah satu penelitan, anak yang pindah ke dalam keluarga dengan
lingkungan yang lebih baik dibandingkan keluarga sebelumnya mengalami
peningkatan IQ hingga 12 poin. Dalam penelitian lain, para peneliti pergi ke
rumah-rumah dan mengamati bagaimana orangtua dari keluarga berada dan keluarga
dengan penghasilan menengah berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak
mereka. Mereka menemukan bahwa keluarga yang berpenghasilan sedang lebih
cenderung untuk berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka
dibandingkan dengan orangtua yang berada. Seberapa sering orangtua berbicara
dan berkomunikasi dengan anak pada 3 tahun pertama perkembangan seorang anak
ditemukan berkorelasi dengan skor IQ anak dengan tes Stanford-Binet pada usia 3
tahun. Semakin sering orangtua berkomunikasi dan berbicara dengan anak mereka,
semakin tinggi IQ anak-anak tersebut.
Sekolah juga mempengaruhi kecerdasan.
Pengaruh terbesar telah ditemukan pada anak-anak yang tidak mendapatkan
pendidikan formal dalam jangka waktu lama. Anak-anak ini mengalami penurunan
kecerdasan. Sebuah studi terhadap anak-anak di Afrika Selatan mengalami penundaan
bersekolah selama 4 tahun (karena tidak ada guru) menemukan adanya penurunan IQ
sebesar 5 poin pada setiap tahun penundaan.
Walau ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir, tetapi ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang
berarti. Intelegensi tentunya tidaklah dapat terlepas dari otak. Dengan kata
lain perkembangan organik otak akan sangat mempengaruhi tingkat
intelegensi seseorang. Di pihak lain, perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh
gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu, ada hubungan antara pemberian makanan
bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan
salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting. Selain gizi, rangsangan-rangsangan
yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang
amat penting. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa inteligensi bisa berkurang
karena tidak adanya bentuk rangsangan tertentu dalam awal-awal kehidupan
individu. Skeels dan Skodak menemukan dalam studi longitudinal mereka bahwa
anak-anak yang dididik dalam lingkungan yang kaku, kurang perhatian, dan kurang
dorongan lalu dipindahkan ke dalam lingkungan yang hangat, penuh perhatian,
rasa percaya, dan memberikan dorongan, menunjukkan peningkatan skor yang cukup
berarti pada tes kecerdasan. Selain itu, individu-individu yang hidup bersama
dalam keluarga mempunyai korelasi kecerdasan yang lebih besar dibanding mereka
yang dirawat secara terpisah. Zajonc dalam berbagai penelitian menemukan bahwa
anak pertama biasanya memiliki taraf kecerdasan yang lebih tinggi dari
adik-adiknya. Olehnya ini dijelaskan karena anak pertama untuk jangka waktu
yang cukup lama hanya dikelilingi oleh orang-orang dewasa, suatu lingkungan
yang memberinya keuntungan intelektual.
BAB III
PENUTUP
3.1
SIMPULAN
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa inteligensi mempunyai banyak arti
menurut masing-masing ahli seperti; “Kemampuan untuk
berpikir secara abstrsk” (Terman); “Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya” (Colvin); ada pula yang mendefinisikan inteligensi sebagai
“intelek plus pengetahuan” (Henmon); “Teknik untuk memproses informasi yang
disediakan oleh indera” (Hunt). Ada tiga jenis tes inteligensi yang ditulis
penulis pada makalah, yaitu tes Wechsler yang bernama WBIS kemudian berkembang
dan menjadi tes WAIS, lalu ada Tes IST, Tes ini dikembangkan oleh Rudolf
Amthauer di Frankfurt, Jerman pada tahun 1953 dan yang terakhir tes CPM dimana
CPM dapat mendeskripsikan kemampuan abstrak atau pemahaman non verbal. CPM
dipergunakan untuk mengukur taraf kecerdasan bagi anak-anak yang berusia
5 sampai 11 tahun. CPM selain dapat digunakan bagi anak normal dapat pula
digunakan bagi anak abnormal. Lalu yang terakhir perbedaan individu dalam
inteligensi yaitu Pengaruh Faktor Lingkungan dan faktor bawaan atau genetic.
Selain itu juga kecerdasan atau
intelegensi adalah kemampuan adaptasi dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki
dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori
menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh
individu dalam menentukan tujuan hidupnya
3.2
SARAN
menyadari banyak terdapat kekeliruan dalam
penulisan makalah ini, maka penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas masukan
kritikan dan sarannya, penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Langganan:
Postingan (Atom)