Powered By Blogger

Minggu, 19 Juni 2016

Tugas Softksill Psikoterapi (Kasus yang menggunakan pendekatan terapi Humanistik)

Nama  : Widya Djaati
Npm    : 19513267
Kelas   : 3PA06


PSIKOLOGI HUMANISTIK

A.  Sejarah Munculnya Aliran Humanistik
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow dan Carl Rogers mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya (Hall & Gardner, 1993)
Psikologi Humanistik merupakan pendekatan psikologi yang menekankan kehendak bebas, pertumbuhan pribadi, kegembiraan, kemampuan untuk pulih kembali setelah mengalami ketidakbahagiaan, serta keberhasilan dalam merealisasikan potensi manusia (Wade & Carol, 2015)

B.  Tokoh Psikologi Humanstik
1.     Abraham Maslow (Tokoh Psikologi Humanistik)
·       Lahir   : 1908 di Brooklyn, Newyork
·       Wafat  : 1970 (Usia 62 Tahun)
·       Masa Kecil : Dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Memiliki hubungan buruk dengan orangtuanya, terutama hidupnya. Ia sukses dalam dunia pendidikan untuk menyenangkan ayahnya.
·       Kontribusi pada Ilmu Psikologi : “Pelopor aliran Psikologi Humanistik"

2.     Carl Ransom Rogers
a)     Lahir  : 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago
b)     Wafat : 4 Februari 1987 -serangan jantung
c)     Masa Kecil : Putra ke-4 dari 6 bersaudara. Keluarga berkecukupan, menganut protestas fundamentalis yang keras dan kaku dalam beragama, moral dan etika.
d)     Kontribusi : Tokoh Psikologi Humanis, aliran fenomenologis-eksistensial

3.   Teknik Konseling Terapi Humanistik-Eksistensial
Teknik utama terapi humanistik-eksistensial (dalam Semiun, 2006) pada dasarnya adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi perubahan. Namun terapi humanistik-eksistensial juga merekomendasikan beberapa teknik khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna dan pertumbuhan pribadi).

a.   Person-Centered Therapy (Carl R. Rogers) yaitu Manifestasi teori kepribadian dalam keyakinan terhadap pendekatan PCT terdapat tiga kondisi yang membentuk iklim yang meningkatkan pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) genuineness, realness or cogruence, (2) acceptance or caring or prizing – unconditional positive regard, dan (3) empathic understanding.
Teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-maalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju aktualisasi diri.

b.   Gestalt Therapy (Fritz Perls)
Terapi Gestalt dipelopori oleh Frederich (Fritz) Solomon Perls (1893-1970), seorang dokter yang mendalami psikoanalisis. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya gentar untuk berpikir kritis terhadap konsep psikoanalisis. Terapi Gestalt merupakan bentuk terapi yang merupakan refleksi berbagai ragam pemikiran antara lain Psikoanalisis, Reichian character analysis, Jung annalistic theory, Zen Buddism, Taoism, filsafat eksistensialisme, psikodrama. Prinsip yang ada pada terapi ini adalah setiap individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menemukan tanggung jawab pribadi bila ingin mencapai kematangan. Penekanan terapi Gestalt adalah pada perubahan perilaku.

Asumsi dasar terapi ini adalah adanya anggapan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil keputusan pribadi, mampu mengambil keputusan terbaik bagi aktualisasi diri secara mandiri, memiliki potensi, identitas dan keunikan diri, selalu tumbuh dan mampu berubah. Tugas utama terapis adalah membantu klien mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang (here and now).

c.    Transactional Analysis (Eric Berne)
Terapi ini dikembangkan oleh Eric Berne. Sebagai dokter jiwa, Berne mendapatkan tugas untuk memeriksa kesehatan mental ratusan prajurit Amerika. Untuk itu ia memiliki waktu yang terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut, Eric mengembangkan metode yang cepat dan praktis guna mengenali kondisi mental para prajurit. Berdasarkan metode yang diterapkan ini, ternyata ia mampu mengenali karakteristik para prajurit dalam waktu singkat. Berdasarkan metode yang serupa dikembangkan Transactional Analysis Therapy atau terapiAnalisis Transaksional (A. T.) Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. Terapi ini menekankan aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.

d.   Rational-Emotive Therapy (Albert Ellis)
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.

Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

e.    Existential Analysis (Rollo May, James F. T. Bugental) dan Logotherapy (Viktor Frankl)
Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being) sedangkan perasaan tidak berarti ini biasanya muncul dalam kondisimerasa tidak berdaya, rasa bersalah , putus asa dsb. Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi yang komprehensif, eksistensialis memandang proses terapi dari sudut pandang suatu paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang bermasalah. Oleh karena itu, terapi eksistensialis memandang klien sebagai manusia bukan sekadar aspek pola perilaku beserta mekanismenya.

Teknik terapi yang paling disukai, yaitu person-centered therapy karena dalam teknik ini, semua yang dilakukan berdasarkan cara pikir klien. Jadi konselor hanya berperan sebagai pendengar dan pemberi masukan namun semua keputusan yang diambil berasal dari pilihan klien. Jadi dalam teknik ini, klien diberikan kebebasan yang sebesar-besarnya sehingga semua bentuk tindakan berdasarkan keputusan klien namun tetap dikonsultasikan kepada konselor.

KASUS PSIKOLOGI HUMANISTIK

1.   Kasus
Bella (18 tahun) adalah mahasiswi yang pintar pada salah satu universitas negeri ternama di Indonesia. Sejak pertama masuk dibangku kuliah, bella selalu menutup dirinya, bahkan tidak mempunyai teman. Awal masuk kuliah, bella bertemu dengan banyak teman-teman baru, tetapi yang terjadi bella selalu menghindar, karena bela merasa takut dan sulit menyesuaikan diri dengan teman-teman baru. Teman-teman baru nya tersebut, selalu mencoba mendekatinya dengan menanyakan siapa namanya, meminta no hp, bahkan ada yang mengajak untuk makan bersama, tetapi lagi dan lagi bella selalu menolaknya, dan berjalan pergi meninggalkan mereka dengan tergesa-gesa. 
Bella juga selama menjadi mahasiswa tingkat satu, dikenal sebagai orang yang kaku dan anti sosial, bahkan dilingkungan tempat tinggal nya bella juga  dianggap sebagai gadis yang aneh, sombong dan tidak mau bergaul dengan orang-orang disekelilingnya.
2.     Terapi yang digunakan yaitu Gestalt Therapy (Fritz Perls)
Berdasarkan kasus tersebut, terapi yang digunakan yaitu Gestalt Theraphy, karena Asumsi dasar terapi ini adalah adanya anggapan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil keputusan pribadi, dan lain-lain. Alasannya, konselor menyerahkan sepenuhnya kepada konseli untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, memberikan keyakinan bahwa konseli pasti bisa mengatasi semua itu dengan mencari jalan keluarnya, mencari cara agar bisa beradaptasi, dan menyesuaikan diri.

SUMBER

Hall, C., S & Gardner, L. (1993). Teori-teori humanistik. Yogyakarta: KANISIUS

Munandar, A., S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Jakarta: Kanisius.


Wade, C & Carol, T. (2015). Psikologi edisi­­9 jilid 1. Jakarta: Erlangga