Nama : Widya Djaati
Npm :
19513267
Kelas : 3PA06
PSIKOLOGI
HUMANISTIK
A. Sejarah
Munculnya Aliran Humanistik
Psikologi
humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun
1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang
pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti :
Abraham Maslow dan Carl Rogers mendirikan sebuah asosiasi profesional yang
berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti
tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta,
kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya (Hall & Gardner, 1993)
Psikologi
Humanistik merupakan pendekatan psikologi yang menekankan kehendak bebas,
pertumbuhan pribadi, kegembiraan, kemampuan untuk pulih kembali setelah
mengalami ketidakbahagiaan, serta keberhasilan dalam merealisasikan potensi
manusia (Wade & Carol, 2015)
B. Tokoh
Psikologi Humanstik
1. Abraham
Maslow (Tokoh Psikologi Humanistik)
· Lahir : 1908 di Brooklyn, Newyork
· Wafat : 1970 (Usia 62 Tahun)
· Masa
Kecil : Dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh
bersaudara. Memiliki hubungan buruk dengan orangtuanya, terutama hidupnya. Ia
sukses dalam dunia pendidikan untuk menyenangkan ayahnya.
· Kontribusi
pada Ilmu Psikologi : “Pelopor aliran Psikologi Humanistik"
2. Carl
Ransom Rogers
a) Lahir : 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,
Chicago
b) Wafat
: 4 Februari 1987 -serangan jantung
c) Masa
Kecil : Putra ke-4 dari 6 bersaudara. Keluarga berkecukupan, menganut protestas
fundamentalis yang keras dan kaku dalam beragama, moral dan etika.
d) Kontribusi
: Tokoh Psikologi Humanis, aliran fenomenologis-eksistensial
3. Teknik
Konseling Terapi Humanistik-Eksistensial
Teknik utama
terapi humanistik-eksistensial (dalam Semiun, 2006) pada dasarnya adalah
penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi
perubahan. Namun terapi humanistik-eksistensial juga merekomendasikan beberapa
teknik khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien,
pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar
tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran
yang lebih tinggi, pengungkapan makna dan pertumbuhan pribadi).
a.
Person-Centered
Therapy (Carl R. Rogers) yaitu Manifestasi teori
kepribadian dalam keyakinan terhadap pendekatan PCT terdapat tiga kondisi yang
membentuk iklim yang meningkatkan pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) genuineness, realness or cogruence, (2)
acceptance or caring or prizing – unconditional positive regard, dan (3)
empathic understanding.
Teknik ini dipakai secara lebih
terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami
masalah-maalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa
orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah
pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers gangguan-gangguan
psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu
dalam perjalanan menuju aktualisasi diri.
b. Gestalt Therapy (Fritz Perls)
Terapi Gestalt dipelopori oleh
Frederich (Fritz) Solomon Perls (1893-1970), seorang dokter yang mendalami
psikoanalisis. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya gentar untuk
berpikir kritis terhadap konsep psikoanalisis. Terapi Gestalt merupakan bentuk
terapi yang merupakan refleksi berbagai ragam pemikiran antara lain
Psikoanalisis, Reichian character analysis, Jung annalistic theory, Zen
Buddism, Taoism, filsafat eksistensialisme, psikodrama. Prinsip yang ada pada
terapi ini adalah setiap individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan
menemukan tanggung jawab pribadi bila ingin mencapai kematangan. Penekanan
terapi Gestalt adalah pada perubahan perilaku.
Asumsi dasar terapi ini adalah
adanya anggapan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil keputusan pribadi, mampu mengambil
keputusan terbaik bagi aktualisasi diri secara mandiri, memiliki potensi,
identitas dan keunikan diri, selalu tumbuh dan mampu berubah. Tugas utama
terapis adalah membantu klien mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan
sekarang (here and now).
c. Transactional Analysis
(Eric Berne)
Terapi ini dikembangkan oleh Eric
Berne. Sebagai dokter jiwa, Berne mendapatkan tugas untuk memeriksa kesehatan
mental ratusan prajurit Amerika. Untuk itu ia memiliki waktu yang terbatas.
Sehubungan dengan hal tersebut, Eric mengembangkan metode yang cepat dan
praktis guna mengenali kondisi mental para prajurit. Berdasarkan metode yang
diterapkan ini, ternyata ia mampu mengenali karakteristik para prajurit dalam
waktu singkat. Berdasarkan metode yang serupa dikembangkan Transactional Analysis Therapy atau terapiAnalisis Transaksional
(A. T.) Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan
pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. Terapi ini menekankan
aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.
d. Rational-Emotive Therapy
(Albert Ellis)
Menurut Albert Ellis, manusia pada
dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan
oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam
berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali
dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan
budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari
kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir
yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.
Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara
berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
e. Existential Analysis
(Rollo May, James F. T. Bugental) dan Logotherapy (Viktor Frankl)
Konsep dasar terapi eksistensial
adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya
menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri,
menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat
mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being) sedangkan perasaan tidak
berarti ini biasanya muncul dalam kondisimerasa tidak berdaya, rasa bersalah ,
putus asa dsb. Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi yang
komprehensif, eksistensialis memandang proses terapi dari sudut pandang suatu
paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang bermasalah.
Oleh karena itu, terapi eksistensialis memandang klien sebagai manusia bukan
sekadar aspek pola perilaku beserta mekanismenya.
Teknik terapi yang paling disukai,
yaitu person-centered therapy karena dalam teknik ini, semua yang dilakukan
berdasarkan cara pikir klien. Jadi konselor hanya berperan sebagai pendengar
dan pemberi masukan namun semua keputusan yang diambil berasal dari pilihan
klien. Jadi dalam teknik ini, klien diberikan kebebasan yang sebesar-besarnya sehingga
semua bentuk tindakan berdasarkan keputusan klien namun tetap dikonsultasikan
kepada konselor.
KASUS
PSIKOLOGI HUMANISTIK
1. Kasus
Bella (18 tahun) adalah
mahasiswi yang pintar pada salah satu universitas negeri ternama di Indonesia. Sejak
pertama masuk dibangku kuliah, bella selalu menutup dirinya, bahkan tidak
mempunyai teman. Awal masuk kuliah, bella bertemu dengan banyak teman-teman
baru, tetapi yang terjadi bella selalu menghindar, karena bela merasa takut dan
sulit menyesuaikan diri dengan teman-teman baru. Teman-teman baru nya tersebut,
selalu mencoba mendekatinya dengan menanyakan siapa namanya, meminta no hp,
bahkan ada yang mengajak untuk makan bersama, tetapi lagi dan lagi bella selalu
menolaknya, dan berjalan pergi meninggalkan mereka dengan tergesa-gesa.
Bella juga selama
menjadi mahasiswa tingkat satu, dikenal sebagai orang yang kaku dan anti
sosial, bahkan dilingkungan tempat tinggal nya bella juga dianggap sebagai gadis yang aneh, sombong dan
tidak mau bergaul dengan orang-orang disekelilingnya.
2. Terapi
yang digunakan yaitu Gestalt Therapy
(Fritz Perls)
Berdasarkan kasus tersebut, terapi
yang digunakan yaitu Gestalt Theraphy, karena
Asumsi dasar terapi ini adalah adanya anggapan bahwa individu memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil
keputusan pribadi, dan lain-lain. Alasannya, konselor menyerahkan sepenuhnya
kepada konseli untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, memberikan keyakinan
bahwa konseli pasti bisa mengatasi semua itu dengan mencari jalan keluarnya,
mencari cara agar bisa beradaptasi, dan menyesuaikan diri.
SUMBER
Hall, C., S
& Gardner, L. (1993). Teori-teori humanistik. Yogyakarta: KANISIUS
Munandar, A., S.
(2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press)
Semiun,
Y. (2006). Kesehatan mental 3. Jakarta: Kanisius.
Wade,
C & Carol, T. (2015). Psikologi edisi9 jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar