Minggu ke-14
Konsep dan Penerapan Self-directed
change
Self-directed
changes adalah sebuah teori yang mengajarkan tentang bagaimana kita bisa
mengubah diri kearah yang lebih baik dari kenyataan hidup yang kurang
mendukung.
Pendekatan coaching ini menggunakan teori Self-direct Changes yang berprinsip
bahwa orang akan berubah hanya jika mereka :
1. Merasa
perubahan itu demi kepentingan mereka sendiri.
2. Merasa
tidak puas dengan situasi atau level kinerja kini (actual).
3. Jelas
mengenai situasi atau level kompetensi yang dikehendaki.
4. Langkah-langkah
tindakan yang dapat mereka jalani untuk bergerak sari situasi atau level
competence actual menuju situasi atau level komptensi yang dikehendaki.
Beberapa tahapan self-directed changes yaitu:
1. Menetukan
control diri.
kontrol
diri merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu
selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang
terdapat di lingkungan yang berbeda disekitarnya. Para ahli berpendapat bahwa
kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat preventive
selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negative dari
stressor-stressor lingkungan. Disamping itu control diri memiliki makna sebagai
suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya
serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai
dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi.
Menurut
Fujita dkk, kontrol-diri dapat ditingkatkan melalui beberapa cara berfikir yang
saling berhubungan :
1. Global Processing
: mencoba fokus pada gambaran besar dari tujuan hidup atau cita-cita kita,
sehingga setiap kegiatan atau tindakan kita dilihat sebagai bagian dari
pencapaian tujuan akhir.
2. Abstrac listening
: mencoba menolak detil-detil dalam situasi khusus untuk membawa kita berfikir
bagaimana tindakan kita sesuai dengan rencana kerja kita secara keseluruhan.
3. High-level categorization
: berfikir tentang konsep tingkat tinggi daripada keadaan yang khusus atau sesaat.
Katagorisasi tugas dapat membantu kita untuk mengatur fokus dan mencapai
disiplin-diri yang lebih besar.
2. Menetapkan
suatu tujuan.
Menetapkan
tujuan adalah mengubah hal yang buruk menjadi lebih baik lagi. Kita harus
menetapkan target unutk mempunyai hidup yang lebih baik lagi. Contoh: kita
harus menahan keinginan kita untuk merokok mungkin kita bisa mengganti rokok
dengan permen-permen pengganti rokok supaya mulut tidak terasa asam lagi, dan
sebagainya.
3. Menyusun
konsekuensi yang efektif.
Struktur yang
berlapis-lapis memang diperlu-kan agar beban kerja bisa didistribusikan secara
efisien dan sistematis. Namun struktur yang kelewat tinggi dalam arti terlalu
hirarkis me¬nyebabkan birokrasi tak lagi rasional. Terlalu banyak paperworkrang
beredar dari satu meja ke meja lain sebelum ada pelaksanaan konkrit. Demikian
pula laporan dari bawah lamban sekali mencapai tingkat yang sebenarnya harus
me-nanggapi. Organisasi lantas sulit bereaksi terha¬dap berbagai situasi
menantang. la stagnan dan tidak adaptif. Efisiensi dan efektivitasnya rendah.
4. Menyaring
anteseden perilaki
5. Menyusun
konsekuensi yang efektif
6. Menerapkan
rencana intervensi
Rencana intervensi
kreatif memiliki beberapa bagian diantaranya :
a. Intervensi
kreatif.
Atas dasar ilmu
pengetahuan yang ada. Pola ini dimaksudkan menciptakan suatu model intervensi
berdasarkan atas ilmu pengetahuan yang ada. Dengan demikian konsultan berusaha
menciptakan model intervensi yang kreatif dalam mengembangkan suatu ilmu
pengetahuan yang ada dan yang dikuasainya. Umpamanya, konsultan mau menerapkan
model tim bilding berdasarkan dari sisi ilmu pengetahuan lain. Maka konsultan
mengembangkan model-model tim bilding dari sisi ilmu tersebut. Dari
pengembangan model dari ilmu pengetahuan lainnya ini, maka akan diperoleh model
intervensi yang lain dari sebelumnya. Dengan sendirinya suatu kesulitan yang
mungkin timbul adalah usaha untuk menciptakan model baru ini. Setiap praktika
konsultan akan diciptakan model baru yang berbeda dari model sebelumnya,
kreativitas memang sulit akan tetapi menarik bagi yang menyenanginya.
b. Penambahan
atas teori dasar yang ada.
Dalam pola ketiga ini
bentuk intervensinya memberikan tambahan kepada teori dasar yang sudah ada.
Dengan kata lain konsultan menciptakan teori dan metodologi baru yang menambah,
mengembangkan, dan memperbaiki teori dasar yang ada. Pola ini sebenarnya jarang
dan sulit dilakukan oleh konsultan. Sebenarnya pola intervensi ini demanding,
karena konsultan selain mengamalkan praktika konsultasi diapun melakukan riset
di bidangnya. Sehingga mampu menemukan model-model baru. Suatu contoh yang
sangat baik tentang pola ketiga ini ialah usaha-usaha yang dilakukan oleh Kurt
Lewin yang terkenal sampai sekarang dengan sebutan action research.
7. Evaluasi.
Evaluasi
adalah melihat berapa besar kemajuan yang sudah kita lakukan untuk perubahan
yang lebih baik. Pastikan setiap tahapan terpenuhi. Jika memang ada tahapan
yang belum bisa terpenuhi lebih baik kita mengulang tahapan-tahapan tersebut
agar tujuan dapat tercapai dengan baik.
Evaluasi
proses pembelajaran merupakan tahap yang perlu dilakukan oleh guru untuk
menentukan kualitas pembelajaran. Kegiatan ini sering disebut juga sebagai
refleksi proses pembelajaran, karena kita akan menemukan kelebihan dan
kekurangan dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam Permen No. 41
tahun 2007 tentang Standar proses dinyatakan bahwa evaluasi proses pembelajaran
dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap
perencanaan poses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian
hasil pembelajaran.
Evaluasi
proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
a. Membandingkan
poses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses.
b. Mengidentifikasi
kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
REFERENSI :
Prihadi, F. Saiful.
2004. Assessement Centre. Identifikasi, Pengukuran, dan pengembangan kompetensi. Gramedia
Putsaka Utama : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar