Minggu ke-12
A. Penyesuaian diri dalam pekerjaan.
Menurut Schneiders (dalam Patosuwido, 1993)
penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan,
frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan
mekanisme psikologi yang tepat . Sawrey dan Telford (da lam Colhoun & Acocella, 1990) mendefinisikan
penyesuaian diri sebagai interaksi terus - menerus antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan
sistem behavioral, kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu maupun
lingkungan menjadi agen perubahan. Penyesuaian
dapat didefenisikan sebagai interaksi yang kontiniu dengan diri sendiri, dengan
orang lain dan dengan dunia. Ketiga faktor ini secara konsisten mempengaruhi
seseorang. Hubungan ini bersifat timbal
balik (Calhoun & Acocella, 1990).
Penyesuain diri dalam pekerjaan itu sangat penting,
karena apabila kita tidak bisa menyesuaikan dengan orang sekitar kita, dengan
teman, bawahan kita, atasan kita karena penyesuaian diri yakni kemampuan
individu dalam mengahadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk
mempertemukan tuntutan diri dan
lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan
yang diharapakan oleh diri kita sendiri dan lingkungan.
a.
Kepuasan kerja
Menurut
teori siegel dan Lane (1982) menerima batasan yang diberikan oleh John Locke,
kepuasan kerja yaitu “the appraisal of
one’s job as attaining or allowing the antainment with or help fulfill one’s
basic needs”. Secara singkat bahwa tenaga kerja yang puas dengan
pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya. Locke selanjutnya mencatat
bahwa perasaan yang berhubungan dengan kepuasan atau ketidakpuasan kerja
cenderung lebih mencerminkan penaksiran diri tenaga kerja tentang
pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada
harapan-harapan untuk masa yang akan dating.
Teori-teori
kepuasan kerja diantaranya :
1.
Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori
pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap
beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai : 1). Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang
diingkinkan seorang individu dengan apa yang ia terima, dan 2). Pentingnya apa
yang diinginkan oleh individu.
2.
Model kepuasan bidang/bagian ( Facet satisfaction).
Model
Lawler dari kepuasan bidang berkaitan dengan teori keadilan dari Adams. Menurut
Model Lawler orang akan puas dengan bidang tertantu dari pekerjaan mereka
(misalnya dengan rekan kerja, atasan, dan gaji) jika jumlah dengan bidang
mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama
dengan jumlah yang mereka persepsikan
dari yang secara actual mereka terima.
3.
Teori proses bertentangan (opponent-Process Theory)
Teori
proses bertentangan mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak
memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja (dengan emosi yang
berhubungan) memacu mekanisme fisiologikal dalam system pusat saraf yang
membuat aktif emosi yang bertentangan
atau berlawanan.
Dari batasan Locke diatas,juga dapat
disimpulkan adanya 2 unsur yang penting dalam kepuasan kerja yaitu,
a)
Nilai-nilai
pekerjaan
b)
Kebutuhan-kebutuhan
dasar
Nilai-nilai pekerjaan merupakan
tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan.Yang ingin dicapai
ialah nilai-nilai pekerjaan yang dianggap penting oleh individu.Dikatakan
selanjutnya bahwa nilai-nilai harus sesuai atau membantu pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan dasar.Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa kepuasan
kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.
B.
Waktu Luang
Dalam
bahasa Inggris waktu luang
dikenal dengan sebutan leisure. Kata leisure sendiri berasal
dari bahasa Latin yaitu licere
yang
berarti diizinkan (To
be Permited) atau
menjadi bebas (To
be Free). Kata
lain dari leisure adalah loisir
yang berasal dari
bahasa Perancis yang
artinya waktu luang (Free Time),
George Torkildsen (Januarius Anggoa, 2011).
Berdasarkan dari George Torkildsen dalam bukunya yang berjudul leisure and recreation management (
januarius Anggoa, 2011) define berkaitan dengan leasure antara lain :
a.
Waktu luang sebagai waktu (leisure as time )
Waktu
luang digambarkan sebagai waktu senggang setelah segala kebutuhan yang mudah
telah dilakukan. Yang mana ada waktu lebih yang dimiliki untuk melakukan segala
hal sesuai dengan keinginan yang bersifat positif. Pernyataan
ini didukung oleh
Brightbill yang beranggapan
bahwa waktu luang erat
kaitannya dengan kaitannya
dengan kategori discretionary
time, yaitu waktu
yang digunakan menurut
pemilihan dan penilaian kita
sendiri.
b.
Waktu luang sebagai aktivitas (leisure as activity)
Waktu luang
terbentuk dari segala
kegiatan bersifat mengajar dan menghibur pernyataan
ini didasarkan pada
pengakuan dari pihak The International Group of the Social Science of Leisure,
menyatakan bahwa: “waktu luang berisikan
berbagai macam kegiatan
yang mana seseorang akan mengikuti
keinginannya sendiri baik
untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau mengembangkan keterampilannya secara
objektif atau untuk
meningka tkan keikutsertaan dalam
bermasyarakat.
c.
Waktu luang sebagai suasana hati atau
mental yang positif ( leisure as end in
itself or a state of being).
Pieper
beranggapan bahwa:“Waktu luang harus dimengerti sebagai hal
yang berhubungan dengan
kejiwaan dan sikap
yang berhubungan dengan hal-hal
keagamaan, hal ini
bukan dikarenakan oleh
faktor-faktor yang datang
dari luar. Hal
ini juga bukan
merupakan hasil dari waktu senggang, liburan, akhir pekan, atau liburan
panjang.
d.
Waktu luang sebagai sesuatu yang
memiliki arti luas ( leisure as an all embracing).
Menurut
Dumadezirer, waktu luang adalah
relaksasi, hiburan, dan pengembangan diri.
Dalam ketiga aspek
tersebut, mereka
akan menemukan kesembuhan
dari rasa lelah,
pelepasan dari rasa
bosan, dan kebebasan dari
hal-hal yang bersifat
menghasilkan. Dengan kata lain,
waktu luang merupakan ekspresi dari seluruh aspirasi manusia dalam mencari
kebahagiaan, berhubungan dengan
tugas baru etnik
baru, kebijakan baru, dan
kebudayaan baru.
e.
Waktu
luang sebagai suatu
cara untuk hidup
(leisure as a
way of living)
Seperti
yang dijelaskan oleh Goodale dan Godbye dalam
buku The Evolution OfLeisure
: “Waktu luang adalah suatu
kehidupan yang bebas dari tekanan-tekanan yang
berasal dari luar
kebudayaan seseorang dan sehingga
mampu untuk bertindak
sesuai rasa kasih yang tak
terelakkan yang bersifat
menyenangkan, pantas, dan menyediakan sebuah dasar keyakinan.
2.
Manfaat Mengisi Waktu Luang
Orang yang
menggunakan waktu secara
efisien akan memperoleh banyak keuntungan, misalnya mereka
dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, sehingga
ada waktu untuk
memulihkan kebugaran fisik
dan mental, rekreasi, dan
interaksi sosial.
Manfaat mengisi
waktu luang yaitu
menurut Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) yaitu:
a)
Bisa meningkatkan kesejahteraan jasmani.
b) Meningkatkan
kesegaran mental dan emosional.
c)
Membuat kita mengenali kemampuan diri
sendiri.
d) Mendukung
konsep diri serta harga diri.
e)
Sarana belajar dan pengembangan
kemampuan.
f)
Pelampiasan ekspresi
dan keseimbangan jasmani,
mental, intelektual, spiritual,
maupun estetika.
g) Melakukan penghayatan
terhadap apa yang
anda sukai tanpa tidak mempedulikan segi materi. Selain itu
mengisi waktu luang
juga berfungsi sebagai
pemenuh kebutuhan sosial, seperti :
a.
Meningkatkan daya kerja sehingga memacu
prestasi dan produktivitas.
b.
Menambah konsumsi sehingga meningkatkan
lapangan kerja.
c.
Mengurangi kriminalitas dan kenakalan.
d.
Meningkatkan kehidupan bermasyarakat.
Manfaat
mengisi waktu luang
bisa dirasakan bila
pemanfaatan waktu luang sesuai
dengan kebutuhan. Berikut
akan dipaparkan mengenai
manfaat pentingnya waktu luang untuk kesehatan jasmani, kesehatan
rohani, sosialisasi diri dimasyarakat, kestabilan ekonomi, dan kesuksesan
manajemen.
a.
Waktu luang untuk kesehatan jasmani
Dalam hal
ini dengan waktu
luang akan bisa
menikmati kesegaran
kembali, sebagaimana
keadaan urat syaraf
bebas dari ketegangan.
Pemanfaatan
waktu luang untuk meningkatkan kesehatan diantaranya:
1.
Membiasakan berolahraga.
2.
Makan makanan ringan yang akan
memberikan semangat.
3.
Mengendurkan urat-urat syaraf dengan
bersantai.
4.
Menjauhi
tempat keramaian yang
dapat menimbulkan kebisingan di sekitar tempat beraktifitas
(Yusuf Michael As’ad, 2003: 19-20).
b.
Waktu luang untuk kesehatan rohani.
Seseorang
bisa berinteraksi dengan dua obyek yaitu obyek ekstern dan obyek intern.
Individu yang melakukan sesuatu maka akan berkonsentrasi pada realita luar yang
memberi efek pada tindakannya tersebut. Jika hal itu terjadi maka
seseorang akan mengalami
gangguan jiwa. Aktivitas kejiwaan agar
individu paham dan
membiasakannya sehingga memiliki kesehatan yang baik, yaitu:
1. Autokritik
atau introspeksi diri.
2. Memberi
solusi terhadap problema dan hambatan.
3. Menentukan tujuan
yakni menyusun tujuannya
atau tujuan yang baru.
4. Membuat
rencana baru dan mengganti rencana lama.
5. Mencari
pengalaman baru (Yusuf Michael As’ad, 2003: 23-26).
c.
Waktu luang untuk sosialisasi diri di
masyarakat Dalam interaksi sosial
baik skala individu
maupun kelompok sebagaimana membutuhkan
waktu luang yang
dapat memperbaharui potensi dan
kesiapan berinteraksi dengan yang
lainnya. Pentingnya waktu luang
yang sesuai dan
cukup untuk merealisasikan keharmonisan
sosial dalam hubungan sosial, yaitu:
1.
Menilai
hubungan sosial dengan
mengevaluasi yang berkembang antara dia
dan orang yang
ada disekelilingnya sesuai
dengan opininya.
2.
Menilai strata
sosial yang dimiliki
seseorang dalam satu komunitas.
3.
Memprediksi masa depan.
4.
Merencanakan masa depan.
5.
Menyiapkan media
aplikasi yang sesuai
(Yusuf Michael As’ad, 2003: 31-34)
d.
Waktu luang untuk kestabilan ekonomi
Seseorang yang
menggunakan waktu luang
maka ia dapat mengevaluasi kondisi ekonominya, yaitu dengan
mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran serta menekan pengeluaran (Yusuf Mi chael
As’ad, 2003: 39).
e.
Waktu luang untuk kesuksesan manajemen.
Waktu luang
dipergunakan untuk berkomunikasi
dengan orang lain, bekerja sama dengan mereka, bersama-sama
memikul tanggung jawab dan bangkit
bersama mereka akan
dapat meminimalisir ketegangan.
Waktu luang dipergunakan juga
menyusun strategi manajemen
baru sehingga bisa mengoreksi diri dan mengatur pekerjaan
(Yusuf Michael As’ad, 2003: 43).
REFERENSI
BUKU :
Suyonto, Ashar Munandar. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Universita Indonesia : Jakarta
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar