MAKALAH ILMU BUDAYA DASAR
SUKU BUTON DI INDONESIA
NAMA : WIDYA DJAATI
KELAS : 1PA09
NPM : 19513267
SUMBER : IKSANSAHALIY.BLOGSPOT.COM
1.1. Latar Belakang SUKU BUTON
Buton
yang mulai dikenal dalam Sejarah Nasional dalam naskah Negara
Kertagama karya Prapanca tahun 1365 Masehi merupakan sebuah negeri atau
daerah budaya bekas kerajaan / kesultanan yang pernah berdaulat pada
masanya, Buton telah menapaki proses perjalanan sejarahnya selama kurang
lebih 7 (tujuh) abad.
Buton memiliki sistem ketatanegaraan yang
mapan sehingga mampu menjaga integrasi wilayah dan rakyatnya selama
ratusan tahun. Wujud kegemilangan masa lalu negeri ini sebagian masih
terefleksi dalam kehidupan masyarakatnya hingga sekarang, baik dalam
wujud sistem nilai (norma-norma), adat-istiadat, benda-benda budaya,
maupun dalam berbagai bentuk pranata sosial budaya lainnya.
Dalam
kehidupan bermasyarakat, masyarakat Buton telah memiliki Falsafah Hidup
yaitu Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli yang merupakan landasan utama Hukum
Adat Wolio. Makna-makna hakiki yang terkandung di dalamnya kemudian
terjabar dalam Sara Pataanguna atau dasar hukum yang empat, yaitu
sebagai berikut :
- Pomaa – maasiaka = Saling sayang menyayangi.
Artinya saling menyayangi, saling mencintai terhadap sesama.
- Poangka - angkataka = Saling menghormati.
Artinya saling menghormati, menghargai dan saling mengutamakan terhadap sesama.
- Popia – piara = Saling memelihara atau mengabdi.
Artinya saling memelihara, mencintai atau saling mengabdi terhadap sesama.
- Pomae – maeka = Saling takut-menakuti.
Artinya saling merasa takut atau hormat terhadap sesama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sara Pataanguna Bhinci-Bhinciki Kuli : “Pomaa-maasiaka”
Falsafah
“Bhinci-bhinciki Kuli” (saling cubit-mencubit kulit) yaitu
kemanusiaan/diri manusia atau nafsahu telah dikembangkan oleh para
ilmuwan (pemikir-pemikir) lokal di Buton pada zamannya. Walaupun sistem
pemerintahan kerajaan dan kesultanan pada saat ini sudah tidak berjalan
secara formal di lingkungan masyarakat lokal, namun nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya masih mengakar dan melekat serta merasuk dalam
lubuk hati sanubari masyarakat Buton.
Hukum bhinci-bhinciki kuli
merupakan “Pokok Adat dan Dasarnya Sara.” Dan dinyatakan pula bahwa
adat-istiadat Buton itu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad
Rasulullah SAW. Demikian pula sara di Buton itu adalah sara Allah SWT
dan sara Nabi SAW.
Dari pengertian bhinci-bhinciki kuli yang
telah dikemukakan di atas jika dikaitkan dengan pelaksanaan tugas
kepemimpinan, intinya adalah saling takut, saling malu, saling segan dan
saling insyaf. Hal ini jika diterapkan dalam suatu organisasi/kelompok
masyarakat, walaupun dalam lembaga tersebut ada atasan, ada bawahan dan
ada peserta personil lainnya atau terdapat berbagai personil, berbagai
suku dan agama, tingkat umur dan kepangkatannya, namun yang ditakuti,
dimalui, disegani dan diinsyafi adalah Tuhan YME di atas segalanya.
Falsafah
ini mengandung makna yang fundamental yaitu bahwa setiap manusia selaku
anggota masyarakat bila mencubit kulitnya sendiri pasti akan terasa
sakit karena itu janganlah mencoba mencubit kulit orang lain, sebab ia
juga akan merasa sakit sebagaimana Anda sendiri akan merasakan sakitnya
bila hendak dicubit oleh orang lain. Falsafah ini bersumber dari
keyakinan bahwa manusia secara universal mempunyai perasaan yang sama.
Seluruh umat manusia dilahirkan ke dunia memiliki perasaan yang sama dan
hak-hak azasi yang sama pula sebagai anugerah Tuhan yang harus
dihormati dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa falsafah “Bhinci-Bhinciki Kuli” identik dengan
“perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Falsafah “bhinci-bhinciki
kuli” adalah dasar hukum yang dijadikan landasan nilai-nilai, cara
berfikir dan sekaligus sebagai sumber hukum. Dari falsafah
“bhinci-bhinciki kuli” tersebut kemudian lahirlah “sara pataanguna”,
yaitu pomaa-maasiaka, pomae-maeka, poangka-angkataka, dan popia-piara.
Secara
lebih khususnya dijelaskan bahwa Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” yaitu
salah satunya adalah Pomaa – maasiaka berarti senantiasa hidup saling
peduli dan saling menyayangi antara sesama anggota masyarakat. Hal ini
mengandung makna yang luhur, bahwa antara masyarakat harus saling
menyayangi dan kasih mengasihi secara timbal balik, saling menyayangi
antara yang muda kepada yang tua, demikian pula sebaliknya, antara si
kaya dan si miskin, antara si kuat dan si lemah, pemerintahan dengan
rakyatnya dan lain sebagainya.
Dengan demikian rasa
kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong dapat akan berjalan dalam
masyarakat. Namun, apabila pomaa-maasiaka ini tidak diindahkan lagi.
Maka timbul sifat sebaliknya, yaitu iri hati, dengki dan sifat-sifat
menjatuhkan harga diri yang bisa memecah belah rasa kekeluargaan,
kebersamaan, dan gotong royong.
2.2. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Ekonomi
Sebelum
membahas tentang Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari
segi ekonomi, kita mengulas terlebih dahulu arti dari ekonomi itu
sendiri.
Kata “ekonomi” berasal dari kata Yunani, oikos yang
berarti “keluarga, rumah tangga” dan nomos atau peraturan, aturan,
hukum. Jadi secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai “aturan rumah
tangga” atau “manajemen rumah tangga”.
Ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.
Ekonomi merupakan aktivitas yang boleh dikatakan sama halnya dengan
keberadaan manusia di bumi ini sehingga kemudian timbul motif ekonomi
yaitu keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ekonomi
memiliki prinsip, dimana prinsip tersebut merupakan langkah yang
dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan
tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Sistem ekonomi ada berbagai macam, di antaranya :
- Sistem Ekonomi Kapitalis
Prinsipnya yaitu :
- Kebebasan memiliki harta secara sendirian,
- Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas,
- Ketidaksamaan ekonomi.
- Sistem Ekonomi Komunis
Prinsipnya yaitu :
- Hak milik atas alat-alat produksi oleh Negara,
- Proses ekonomi berjalan atas dasar rencana yang telah dibuat,
- Perencanaan ekonomi sebagai rencana atau dalam proses ekonomi yang harus dilalui.
- Sistem Ekonomi Sosialis.
Prinsipnya yaitu :
-
Hak milik atas alat-alat produksi oleh koperasi-koperasi serikat
pekerja, badan hukum,dan masyarakat yang lain. Pemerintah menguasai
alat-alat produk yang vital,
- Proses ekonomi berjalan atas dasar mekanisme pasar,
-
Perencanaan ekonomi sebagai pengaruh dan pendorong dengan usaha
menyesuaikan kebutuhan individual dengan kebutuhan masyarakat.
Indonesia
memiliki sistem ekonomi sendiri yaitu sistem demokrasi ekonomi yang
prinsip-prinsip dasarnya tercantum dalam Undang-Undang 1945, pasal 33.
Sistem
kapitalis yang saat ini banyak dipergunakan telah menunjukkan kegagalan
dengan mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi. Sistem Ekonomi Islam
sebagai pilihan alternatif mulai digali untuk diterapkan sebagai sistem
perekonomian yang baru. Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang
mendasar dengan sistem ekonomi yang lain. Di mana dalam sistem ekonomi
Islam terdapat nilai moral dan nilai ibadah dalam setiap kegiatannya.
Prinsip ekonomi Islam adalah :
- Kebebasan individu,
- Hak terhadap harta,
- Ketidaksamaan ekonomi dalam hal batasan,
- Kesamaan sosial,
- Keselamatan sosial,
- Larangan menumpuk kekayaan,
- Larangan terhadap institusi anti-sosial,
- Kebijakan individu dalam masyarakat.
Konsep
ekonomi Islam, Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua
pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk
membentuk keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah).
Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana
penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan
keperluan rohani atau etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman
ekonomi Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yaitu dalam :
- QS Al-Ahzab : 72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah )
- QS Hud : 61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi)
- QS Al-Baqarah : 30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah Allah di bumi.)
Hal – hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut diperoleh ketentuannya dengan jalan Ijtihad.
Dasar-dasar ekonomi Islam adalah bertujuan :
1.
Untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia maupun di
akhirat, tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani
maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan
untuk itu, alas pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa
pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
2. Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3. Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlantar
4.
Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang-orang miskin yang selalu
meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian
rizki.
5. Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.
6. Perniagaan diperkenankan akan tetapi riba dilarang.
7. Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama. Dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.
Kemudian landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya sistem ekonomi Islam adalah sebagai berikut.
Nilai dasar dalam ekonomi Islam.
1. Hakekat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
2. Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3. Keadilan antar sesama manusia.
Nilai Instrumental sistem ekonomi Islam.
1. Kewajiban zakat.
2. Larangan riba.
3. Kerjasama ekonomi.
4. Jaminan sosial.
5. Peranan negara.
Nilai Filosofis Sistem Ekonomi Islam.
1. Sistem ekonomi Islam bersifat terikat yakni nilai.
2. Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian dan pengembangannya berlangsung terus-menerus.
Nilai Normatif dalam Sistem Ekonomi Islam.
1. Landasan aqidah
2. Landasan akhlak
3. Landasan syar’iah
4. Al-Qur’anul Karim
5. Ijtihad (Ra’yu) meliputi qiyas, masalah mursalah, istishan, istishab, dan urf.
Ekonomi Islam dan tantangan Kapitalisme.
Perbedaan dalam ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lain adalah
·
Asumsi dasar atau norma pokok maupun aturan main dalam proses ataupun
interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan. Dalam sistem ekonomi
Islam, asumsi dasarnya adalah syari’ah Islam, diberlakukan secara
menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok, masyarakat,
usahawan, maupun penguasa atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik untuk keperluan jasmaniah ataupun rohaniah.
Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.
Motif
ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat
selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.
Berbicara
tentang sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa
dilepaskan dari perbedaan pendapat mengenai halal haramnya bunga yang
oleh sebagian ulama dianggap sebagai riba yang diharamkan oleh
Al-Qur’an.
Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik sebagai alat
penukar, alat penyimpan kekayaan dan pendukung peralihan dari sistem
barter ke sistem perekonomian uang, oleh para penulis Islam telah
diakui, tetapi riba mereka sepakati sebagai konsep yang harus dihindari
dalam perekonomian. Sistem bunga dalam perbankan (rente stelsel) mulai
diyakini oleh sebagian ahli sebagai faktor yang mengakibatkan semakin
buruknya situasi – situasi perekonomian dan sistem bunga sebagai faktor
penggerak investasi dan tabungan dalam perekonomian Indonesia, sudah
teruji bukan satu-satunya cara terbaik mengatasi lemahnya ekonomi
rakyat.
Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu
bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja
dengan sendirinya dan tidak ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan
tanpa penempatan diri pada resiko sama sekali. Karena itu Islam secara
tegas menyatakan perang terhadap riba dan umat Islam wajib
meninggalkannya (QS Al-Baqarah : 278), akan tetapi Islam menghalalkan
mencari keuntungan lewat perniagaan (QS 83; 1-6).
Dari
penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa Falsafah Bhinci – Bhinciki
Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi ekonomi dapat dilihat dari adanya
keberadaan sistem ekonomi Islam yang ada dalam kehidupan manusia, dimana
pengertian Pomaa-maasiaka dari segi ekonomi berarti harus berbasis
cinta kasih atau kepuasan kepada kedua belah pihak, dalam arti antara
keduanya tidak saling merugikan, yaitu antara pembeli dan penjual.
2.3. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Sosial
Menurut
pendapat Dr. Bambang Rudito, di kehidupan kita sebagai anggota
masyarakat istilah sosial sering dikaitkan dengan hal- hal yang
berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan
kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan
seterusnya. Dan juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah
pada rasa empati terhadap kehidupan
manusia sehingga memunculkan
sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap yang
lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan sebagai
mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Sosial berkaitan dengan
kemanusiaan sehingga dapat diasumsikan sosial pada dasarnya mengarah
pada bentuk atau sifatnya yang humanis atau kemanusiaan dalam artian
kelompok, yang mengarah pada hubungan antar manusia sebagai anggota
masyarakat. Sehingga dapat dimaksudkan bahwa sosial merupakan rangkaian
norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu
masyarakat atau komuniti yang digunakan sebagai acuan dalam berhubungan
antar manusia.
Dari pernyataan di atas, jika dikaitkan dengan
Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi sosial, maka
interaksi antar hubungan sesama manusia atau masyarakat haruslah
dilandasi kasih sayang, walaupun ada perbedaan status dalam
lingkungannya.
2.4. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Budaya
Berdasarkan
asal-usul katanya (etimologis), budaya bentuk jamaknya kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah” yang merupakan bentuk jamak
budi, yang artinya akal atau segala sesuatu yang berhubungan dengan akal
pikiran manusia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan
budaya dalam dua pandangan yaitu : pertama, hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan
adat-istiadat; kedua, menggunakan pendekatan ilmu antropologi yaitu
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan
untuk memahami lingkungan serta pengalamannya yang akan menjadi pedoman
tingkah lakunya.
Budaya memiliki perwujudan, contohnya adanya
aktivitas (tindakan) yang merupakan suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat, sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
Dapat dilihat dari berbagai contoh, di
antaranya dalam pelaksanaan kepemimpinan, seorang pemimpin dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya selalu membimbing dan membantu
para bawahan dan staf lainnya melalui teguran secara langsung agar
kesalahan yang dibuat oleh bawahannya tidak berlarut-larut. Di samping
itu, adanya kasih sayang yang diberikan guru terhadap siswanya, bawahan
yang selalu memberi salam dan mematuhi nasihat atasannya. Kasih sayang
tidak sebatas hanya sesama manusia saja, akan tetapi juga semua makhluk
ciptaan-Nya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Berkaitan dengan
hal ini, maka dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari
segi budaya dapat dimaknai bahwa setiap perilaku yang dilakukan setiap
hari harus berlandaskan saling mengasihi antara yang satu dengan yang
lainnya.
2.5. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Politik
Perkataan
politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani
politicos, artinya (sesuatu yang) berhubungan dengan warga Negara atau
warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis maknanya kota. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), pengertian politik sebagai kata
benda ada tiga. Jika dikaitkan dengan ilmu artinya
1. Pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan);
2. Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap Negara lain; dan
3. Kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau mengenai suatu masalah).
Istilah
politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik
pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang
mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu.
Sebagai contoh, dengan adanya UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM. Merupakan suatu tindakan atau keputusan pemerintah
dalam menetapkan kebijakannya yang tidak membawa kerugian kepada
masyarakat ataupun pemerintah dan negara. Indonesia adalah negara
kesatuan berbentuk republik, dengan memakai sistem demokrasi, di
mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung
hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan
demikian, dari segi politik, arti dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” yaitu dalam proses pengambilan kebijakan dalam tatanan
pemerintahan harus berlandaskan kasih sayang, di mana tidak ada kerugian
yang diterima oleh kedua belah pihak, baik rakyat ataupun pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam
kehidupan bermasyarakat, masyarakat Buton telah memiliki Falsafah Hidup
yaitu Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli yang merupakan landasan utama Hukum
Adat Wolio, dasar hukum yang dijadikan landasan nilai-nilai, cara
berfikir dan sekaligus sebagai sumber hukum yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Makna-makna hakiki yang terkandung di dalamnya
kemudian terjabar dalam Sara Pataanguna atau dasar hukum yang empat,
yaitu sebagai berikut :
- Pomaa – maasiaka
- Poangka - angkataka
- Popia – piara
- Pomae – maeka
Secara
lebih khusus bahwa Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” yaitu salah satunya
adalah Pomaa – maasiaka berarti senantiasa hidup saling peduli dan
saling menyayangi antara sesama anggota masyarakat. Bahwa antara
masyarakat harus saling menyayangi dan kasih mengasihi secara timbal
balik, saling menyayangi antara yang muda kepada yang tua, demikian pula
sebaliknya, antara si kaya dan si miskin, antara si kuat dan si lemah,
pemerintahan dengan rakyatnya dan lain sebagainya. Sehingga rasa
kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong dapat akan berjalan dalam
masyarakat. Namun, apabila pomaa-maasiaka ini tidak diindahkan lagi.
Maka timbul sifat sebaliknya, yaitu iri hati, dengki dan sifat-sifat
menjatuhkan harga diri yang bisa memecah belah rasa kekeluargaan,
kebersamaan, dan gotong royong.
Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” dari segi ekonomi dapat dilihat dari adanya keberadaan
sistem ekonomi Islam yang ada dalam kehidupan manusia, dimana pengertian
Pomaa-maasiaka dari segi ekonomi berarti harus berbasis cinta kasih
atau kepuasan kepada kedua belah pihak, dalam arti antara keduanya tidak
saling merugikan, yaitu antara pembeli dan penjual.
Falsafah
Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi sosial, maka interaksi
antar hubungan sesama manusia atau masyarakat haruslah dilandasi kasih
sayang, walaupun ada perbedaan status dalam lingkungannya.
Falsafah
Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi budaya dapat dimaknai
bahwa setiap perilaku yang dilakukan setiap hari harus berlandaskan
saling mengasihi antara yang satu dengan yang lainnya.
Dari segi
politik, arti dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka”
yaitu dalam proses pengambilan kebijakan dalam tatanan pemerintahan
harus berlandaskan kasih sayang, di mana tidak ada kerugian yang
diterima oleh kedua belah pihak, baik rakyat ataupun pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Nabai Drs. Mutiara Buton yang Terpendam.
Andriansyah. 2009. Makalah Sistem Politik di Indonesia. Medan.
Saidi,
EA Mohammad, Haziroen Koedoes & Musa Awi. 2002. Ikhtisar Adat
Istiadat Masyarakat Buton. Yayasan Keraton Wolio Buton. Bau-Bau.
Safulin, La Ode, Rustam Awat & Aris Mahmud. 2009. Akhlak dan Budaya Buton. Bau-Bau.
Tanziylu Faizal Amir, Ld. Muhammad, dkk. Sejarah Terjadinya Negeri Buton dan Negeri Muna. Buton.
Turi,
La Ode. 2007. Esensi Kepemimpinan Bhinci-Bhinciki Kuli (Suatu Tinjauan
Budaya Kepemimpinan Lokal Nusantara). Khazanah Nusantara. Kendari.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar