Minggu 1
A. Orientasi kesehatan mental
Menurut
ahli bahasa dari Mental Hygiene atau mental Health. Definisi-definisi
yang diajukan para ahli diwarnai oleh keahlian masing-masing. Menurut
World Health Organization dalam Winkel (1991) disebutkan : Sehat adalah
suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,mental dan social secara penuh dan
bukan semata-mata berupa absensinya penyakit atau keadaan lemah tertentu.
Dedinisi ini memberikan gambaran yang luas dalam keadaan sehat,mencangkup
berbagai aspek sehingga diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup. dapat
memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa
kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Pengertian
kesehatan Mental menurut para ahli
1. Menurut
Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan
mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan
tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat
dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan
diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
2. Menurut
paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan individu
tersebut.
3. Zakiah Darodjat,
terhindarnya seseorang dari gejala-gejala ganggun dan penyakit jiwa, dapat
menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada
semaksimal mungkin dan membawa kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan
jiwa dalam hidup.
4. Allport,
manusia sehat adalah manusia yang mencapai kematangan.
5. Maslow,
manusia sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai
kebahagiaan.
Kesehatan mental adalah keserasian atau
kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk
dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan
sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara
individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara
mental maupun secara sosial. Sikap hidup individu yang sehat dan normal adalah
sikap yang sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada
relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
Dalam kesehatan mental ada beberapa ahli yang mengemukakan
semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, salah satunya
yaitu Saparinah sadli (dalam suroso, 2001: 132). Saparinah mengemukakan tiga
orientasi kesehatan mental, yaitu:
1)
Orientasi
Klasik
Dalam
ranah psikologi, pengertian sehat seperti banyak menimbulkan masalah ketika
kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami ganguan jiwa yang gejalanya
adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada
keluhan dengan dirinya meski hilang kesadarandan tak mampu mengurus dirinya
secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai
untuk digunakan dalam konteks psikologi. Orang yang memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya digolongkan sehat mental. Sebaliknya
orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat
mental.
2)
Orientasi
Penyesuaian Diri
Dengan
orientasi pengendalian diri, pemgertian sehat menal tidak dapat dilepaskan dari
konteks lingkungan tempat tinggal. Oleh karena kaitannya dengan standar normal
lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat
atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Sehat mental
juga diukur atas dasar hubungan anatara individu dengan lingkungannya.
3)
Orientasi
Pengembangan Potensi
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensinya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain
dan dirinya sendiri. Dalam psikoterapi (perawatan jiwa) ternyata yang menjadi
pengendalian utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal
pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat
menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya pikiran tunduk
pada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaan
yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
B.
Konsep Sehat
Pengertian
sehat menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) adalah suatu kedaan kondisi fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu
kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.
Alexander
A. Schineiders dalam bukunya yang berjudul Personality Dynamics and Mental
Health, mengmukakan beberapa kriteria yang sangat penting dan dapat
diuraikan sebagai berikut:
- Pengendalian dan Integrasi Pikiran dan Tingkah Laku
Pengendalian
yang efektif selalu merupakan salah satu tand ayang sangat pasti dari
kepribadian yang sehat. Ini berlaku bagi proses-proses mental. Berkhayal secara
berlebihan, misalnya, merusak kesehatan mental karena melemahkan hubungan
antara pikiran dan kenyataan. Tanpa pengendalian itu, maka obsesi, ide yang
yang melekat (pikiran yang tidak hilang-hilang), fobia, delusi dan
simtom-simtomlainnya yang berkembangan.
Hal
yang juga penting bagi kesehatan mental adalah integrasi pikiran dan tingkah
laku, suatu kualitas yang biasanya diidentifikasikan sebagai integritas
pribadi. Pembohong yang patologik, psikopat, dan penipu mengalami kekurangan
dalam integrasi pribadi dan sering kali cirinya adalah bermental patologik.
- Integrasi Motif-Motif serta Pengendalian Konflik dan frustasi
Kemampuan
untuk mengintegrasikan motivasi-motivasi pribadi dan tetap mengendalikan
konflik-konfil dan frustasi-frustasi sama pentingnya dengan integrasi pikiran
dan tingkah laku. Konfilk yang hebat bisa muncul apabila motif-motif tidak
terintegrasi. Kebutuhan akan afeksi dan keamanan bisa bertentangan dengan
otonomi; dorongan seks bisa bertentangan dengan cita-cita atau prinsip moral.
Kecenderungan-kecenderungan yang bertentangan ini harus diintegrasikan anatara
satu dengan yang lainnya jika konflik –konflik dan frustasi-frustasi itu
dikendalikan.
- Perasaan-Perasaan dan Emosi-Emosi yang Positif dan Sehat
Integrasi
yang dibutuhkan bagi kesehatan mental dapat ditunjang oleh perasaan-perasaan
positif yang demikian juga sebaliknya perasaan-perasaan negatif dapat
mengganggu atau bahkan merusak kestabilan emosi. Perasaan-perasaan tidak aman
yang mendalam, tidak adekuat, bersalah, rendah diri, bermusuhan, benci,
cemburu, dan iri hati adalah tanda-tanda gangguan emosional dan dapat
menyebabkan mental tidak sehat. Sebaliknya, perasaan-perasaan diterima, cinta,
memiliki, aman, dan harga diri masing-masing memberi sumbangan pada kestabilan
mental dan dilihat sebagai tanda kesehataan mental. Dari perasaan-perasaan ini,
perasaan aman mungkin sangat dominan karena pengaruhnya merembes pada hubungan
antara individu dan tuntutan-tuntutan kenyataan.
- Ketenangan atau Kedamaian Pikiran
Apabila
ada keharmonisan emosi, perasaan positif, penendalian pikiran dan tingkah laku,
integrasi motif-motif maka akan muncul ketenangan mental. Kita tidak dapat
memiliki yang satu tanpa yang lainnya. Ini berarti kesehatan mental, seperti
penyesuaian diri dan tidak diiziznkan adanya simtom-simtom yang melumpuhkan
respons-respons yang simtomatik, seperti delusi-delusi, lamunan, atau
halusinasi-halusianasi, langsung bertentangan dengan kestabilan mental.
- Sikap-Sikap yang Sehat
Sangat
penting mempertahankan pandangan yang sehat terhadap hidup orang-orang,
pekerjaan, atau kenyataan. Tidak mungkin kesehatan mental terjadi dalam konteks
kebencian dan prasangka, pesimisme dan sinisme, atau keputusasaan dan
kehilangan harapan. Sikap-sikap ini terhadap kesehatan mental sama seperti
bakteri dan racun terhadap kesehatan fisik.
- Konsep Diri (Self-Concept) yang sehat
Jika
kita membaca literatur tentang masalah konsep diri, maka kita yakin bahwa
kesehatan mental sangat tergantung pada kualitas ini. Sama seperti seseorang
harus mempertahankan orientasi yang sehat kepada kenyataan objektif, demikian
juga ia harus berpikir sehat tentang dirinya sendiri. Perasaan-perasaan diri
yang tidak adekuat, tidak berdaya, rendah diri, tidak aman, atau tidak berharga
akan mengurangi konsep diri yang ade kuat. Kondisi ini akan mengganggu hubungan
antara diri dan kenyataan sehingga akan lebih sulit untuk menemukan kriteria
lain dalam kesehatan mental.
Pribadi
yang normal atau bermental sehat adalah pribadi yang menampilkan tingkah laku
yang adekuat & bisa diterima masyarakat pada umumnya, sikap hidupnya sesuai
norma & pola kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal &
intersosial yang memuaskan (Kartono, 1989). Sedangkan menurut Karl Menninger,
individu yang sehat mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk
menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan
orang lain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia. Saat ini, individu yang
sehat mental dapat dapat didefinisikan dalam dua sisi, secara negative dengan absennya
gangguan mental dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu
sehat mental. Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi
atau sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan psikologis (psychological
well-being) yang positif, karakter yang kuat serta sifat-sifat baik atau
kebajikan (virtues),(Lowenthal, 2006).
World
Health Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan
kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat
kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja
secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah
suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap
manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis.
C. Sejarah Perkembangan Kesehatan
Mental
Sejarah
perkembangan kesehatan mental pertama kali itu pada jaman nenek moyang yang
mengalami gangguan mental seperti halnya homo sapiens sendiri . Mereka
mengalami kecelakaan dan demam yang merusak mental . Jadilah manusia yang
dengan rasa putus asa selalu berusaha buat menjelaskan tentang penyakit mental
. Dengan kesehatan mental ini kita dapat bandingkan dengan mata uang yang
mempunyai dua sisi yang di sisi satunya sakit dan yang di sisi satunya lagi
baik . Di sisi ini dapat dilihat kemungkinan di kedua sisi itu kira kira 50:50
.
Perlu
diketahui disini sejarah tercatat melaporkan berbagai macam interpretasi
mengenai penyakit mental dan cara menghilangkannya. Hal ini disebabkan oleh dua
alasan , yaitu (1) Sifat dari masalah yang disebabkan oleh tingkah laku
abnormal membuatnya menjadi merasa ketakutan. (2) Perkembangan semua ilmu
pengetahuan begitu lambat , dan banyak kemajuan yang sangat penting. Pada masa
awal awal orang yang sakit mental dapat dipahami secara seluruh sering
diperlakukan dengan kurang baik. Di jaman prasejarah pun manusia purba sering
kali mengalami gangguan mental baik fisik maupun gangguan gangguan yang baik.
Di jaman prasejarah ini juga terdapat perawatan-perawatan untuk penyakit
gangguan mental yaitu : menggosok,menjilat,mengisap dan memotong.
Sejarah
kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran. Ini terutama karena
masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati
dan terlihat. Hal ini lebih karna mereka sehari-hari hiduo bersama sehingga
tingkah laku yang mengindikasikan gangguan mental dianggap hal yang biasa bukan
lagi sebagai gangguan.
Gangguan mental Tidak Dianggap Sebagai Sakit.
Pada
tahun 1600 dan sebelumnya , orang yang mengalami gangguan mental dengan cara
memanggil kekuatan supranatural dan menjalani ritual penebusan dan penyucian.
Pandangan terhadap masyarakat ini menganggap bahwa orang yang mengalami
gangguan mental adalah karna mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada
disekitarnya.
Sejarah
kesehatan mental merupakan cerminan dimana pandangan masyarakat terhadap
gangguan mental dan perlakuan yang diberikan. Ada beberapa pandangan masyarakat
terhadap gangguan mental di dunia Barat antara lain :
·
Akibat
kekuatan supranatural
· Dirasuk oleh roh atau setan
·
Dianggap
kriminal karna memiliki derajad kebinatangan yang lebih besar dan Dianggap
sakit
Tahun
1692 mendapatkan suatu pengaruh para imigran dari Eropa yang beragama Nasrani,
di Amerika orang yang bergangguan mental saat itu sering dianggap terkena shir
atau guna-guna. Ini merupakan penjelasan yang diterima secara umum sehingga
masyarakat takut dan membenci mereka yang dianggap memiliki kekuatan sihir.
Gangguan Mental Dianggap Sebagai Sakit
Tahun
1724 pendeta Cotton Mather (1663-1728) mematahkan takhayul yang hidup di
masyarakat berkaitan dengan sakit jiwa dengan memajukan penjelasan secara fisik
mengenai sakit jiwa itu sendiri. Tahun 1812 , Benjamin Rush (1745-1813) menjadi
salah satu yang menangani masalah penanganan secara mental. Antara tahun
1830-1860 di Inggris timbul menangani pasien sakit jiwa. Pada masa ini tumbuh
penanganan dirumah sakit jiwa merupakan hal ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan.
Melawan Diskriminasi Terhadap Gangguan Mental
Dunia
medis memberikan pandangan tersendiri terhadap pemahaman mengenai gangguan mental.
Dunia medis memandang penderita gangguan mental sebagai betul mengalami sakit.
Dunia medis melihat sakit mental sebagai berakar dari sakit ketubuhan terutama
otak.
Ilmu perilaku yang semakin berkembang juga memberikan pemahaman tersendiri mengenai gangguan mental. Berdasarkan pandangan ini penderita gangguan mental dimaknai sebagai ketidakmampuan mereka untuk melakukan penyesuaian diri yang sesuai dengan realitanya.
Ilmu perilaku yang semakin berkembang juga memberikan pemahaman tersendiri mengenai gangguan mental. Berdasarkan pandangan ini penderita gangguan mental dimaknai sebagai ketidakmampuan mereka untuk melakukan penyesuaian diri yang sesuai dengan realitanya.
D. Pendekatan Kesehatan Mental
Ada
banyak pendekatan untuk mempengaruhi penyesuaian diri manusia dan dengan
demikian akan meningkatkan kesehatan mental. Ada tiga cara pendekatan yang
lazim digunakan, yaitu pendekatan preventif, pendekatan terapan dan pendekatan
kuratif yang dikenal sebagai psikiatri preventif. Selain itu ada beberapa pendekatan
kesehatan mental, yaitu :
a. Pendekatan
Orientasi Klasik
Sehat
fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada
keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang
kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat
atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental.
Kesehatan
Mental : terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala
penyakit jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa
tidak sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai
individu.
Kelemahan
dari Orientasi ini adalah :
·
Simptom-simptom
bisa terdapat juga pada individu normal
·
Rasa
tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
·
Sehat
atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.
b. Pendekatan
Orientasi Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri (Menninger,1947) :
perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan
dengan orang lain/lingkungan. individu bermasalah : apabila tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar dirinya, dengan kondisi baru
serta dalam mengisi peran yang baru. Normal dalam Orientasi ini :
a)
Normal
secara statistik; yaitu apa adanya.
b)
Normal
secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat. Dengan
menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan
dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan
standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat
menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya
semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu
dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan
tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam
masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu
yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada
gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang
menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan
menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain.
Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada
saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana
hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu
tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan
bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak
dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
C. Pendekatan Orientasi
Pengembangan Potensi
Kesehatan
mental : pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga
membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan
penyakit jiwa . Tokohnya : Allport , Maslow , Roger Fromm.
REFERENSI
Semiun,
Yustinus. Kesehatan Mental 1. 2006.Penerbit Kanisius : Yogyakarta
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB2_410-0.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar