DEFINISI KEKUASAAN
Kelompok
5 (Semangka)
1. Amylia
Arifin ( 10513806 )
2. Dicky
Noviandi R ( 12513423 )
3. Hendra
Setiawan ( 14513020 )
4. Ikhasan
Zakaria ( 14513257 )
5. Widya
Djaati ( 19513267 )
A.
Latar
belakang
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang
atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai
dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo, 2003). Studi tentang kekuasaan
dan pengaruhnya sangat penting untuk dipahami bagaimana organisasi melakukan
aktivitasnya. Sangat memungkinkan untuk melibatkan kekuasaaan (power)
dalam setiap interaksi dan hubungan sosial pada organisasi. Orang cenderung
untuk mempengaruhi individu lain dan organisasi dalam setiap tindakan atau
perilakunya dengan melakukan social influence dan tindakan (Greenberg
& Baron, 2000).
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi (1964) Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara
pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang
menerima pengaruh itu, rela karena terpaksa. Kekuasaan lambat laun
diidentifikasikan dengan orang yang memegangnya. Contohnya, dalam masyarakat Indonesia
terdapat pada masyarakat-masyarakat hokum adat (misalnya desa) yang letaknya
terpencil, dimana semua kekuasaan pemerintahan, ekonomi, dan sosial
dipercayakan kepada para kepala masyarakat hokum adat tersebut untuk seumur
hidup. Karean luasnya kekuasaan dan besarnya kekuasaan yang menyeluruh dari
masyarakat hukum adat kepada kepalanya, pengertian kekuasaan dan pengertian
orang yang memegangnya lebur menjadi satu. Gejala lain dalam masyarakat yang
memegangnya lebur menjadi satu. Gejala lain dalam masyarakat yang memegangnya
lebur menjadi satu. Gejala lain dalam masyarakat yang kecil dan bersahaja tadi
adalah tidak adanya perbedaan yang jelas antara kekuasaan ( yang tidak resmi )
dengan wewenang yang resmi ( dalam
Soekanto, 1992).
Sebaliknya didalam masyarakat yang besar
dan rumit, dimana terlihat berbagai sifat dan tujuan hidup golongan yang
berbeda-beda dan kepentingan yang tidak
selalu sama satu dengan lainnya, kekuasaan biasanya terbagi pada beberapa
golongan. Oleh karena itu, terdapat perbedaan dan pemisahan teoritis dan nyata
tentang kekuasaan politik, militer, ekonomi, dan agama dan seterusnya. Kekuasaan
yang terbagi itu tampak dengan jelas di dalam masyarakat yang menganut dan melaksanakan
demokrasi secara luas ( dalam Soekanto, 1992).
Kekuasaan merupakan kapasitas yang
dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain
sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari
berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal.
Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan sebagai upaya
untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat.
Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia
politik yang kerap dilakukan oleh pelaku politik menimbulkan pandangan bahwa
tujuan utama berpartisipasi politik hanyalah untuk mendapatkan kekuasaan.
Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk
mengatur kepentingan semua orang yang ada dalam organisasi, bukan untuk
kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan
sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan anggota organisasi terhadap pemegang
kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam kehidupan.
1. Definisi
Kekuasaan
Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat
menentukan nasib berjuta-juta manusia. Kekuasaan seringkali disamakan dengan
konsep politik, bahkan banyak yang beranggapan bahwa kekuasaan adalah politik.
Begitu pentingnya peranan kekuasaan dalam masyarakat baik yang masih saja
maupun yang sudah besar atau rumit susunannya menyebabkan munculnya penilaian
baik atau buruknya harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan
yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat. Kekuasaan tidak dapat
dibagi rata kepada semua anggota masyarakat oleh sebab tidak merata itulah
munculnya makna yang pokok dari kekuasaan itulah merupakan kemampuan untuk
melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu rela atau
karena terpaksa (Soejono Soekamto, 2007:227).
Menurut Max Weber, kekuasaan adalah
kesempatan seseorang atau sekelompok untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauan-kemauannnya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
2. Sumber-sumber
Kekuasaan Menurut French dan Raven
French
dan Raven (dalam Sarlito, 2005), menyusun sebuah kategorisasi sumber kekuasaan
ditinjau dari hubungan anggota (target) dan pemimpin (agent):
a)
Kekuasaan Imbalan atau Ganjaran (Insentif Power)
Kemampuan seseorang untuk
memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan
imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang
memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang
ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya,
mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat
erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan
imbalan sebagai faktor pengaruh.
b)
Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan imbalan seringkali
dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman
adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang
yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk
memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik atau merugikan
organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para
manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada
perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan
diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekuensi tindakan
yang menyenangkan, misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus, maupun
pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan
sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak
diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan
paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki
prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.
c)
Kekuasaan Resmi ( Legitimate Power )
Kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih
tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam
teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya
sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan
penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang
mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa
dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan
penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang
penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat,
mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak
sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan
sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam
organisasi yang bersangkutan
d)
Kekuasaan Keahlian ( Expert Power )
Seseorang mempunyai kekuasaan ahli
jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki
keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai
kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti
orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini
adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan,
dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya. Contohnya
; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan
karena dokterlah uang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit
e)
Kekuasaan Rujukan ( Referent Power )
Banyak individu yang menyatukan
diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau
perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis
kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli,
penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin
karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa
bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural ( lebih jauh
dari alam nyata ). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan
menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai
manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (faktor
konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari
psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses
proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam
proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya;
diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup,
petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.
B.
Kesimpulan
Kekuasaan
merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir
dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut
dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal
dan kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto,
Soerjono. 1982., Sosiologi sebagai Suatu
Pengantar. Raja Grafindo Persada :
Jakarta
Sarwono,
Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi
Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi
Terapan. Jakarta: Balai
Pustaka.
Weber, Max. 1972. Wirtschaft
und Gesellschaft. Tubingen: Mohr
Siebeck
Indriani, Santi. 2010, “Hukum dan Kekuasaan
dalam Implementasinya”. Volume 3, No. 6, https://jodfisipunbara.files.wordpress.com/2012/05/11-santi-oke-hal-81-89.pdf, Desember 2010.