Powered By Blogger

Senin, 19 Oktober 2015

TUGAS 3 : PSIKOLOGI MANAJEMEN ( definisi Kekuasaan)




DEFINISI KEKUASAAN
Kelompok 5 (Semangka)
1.     Amylia Arifin                   ( 10513806 )
2.     Dicky Noviandi R             ( 12513423 )
3.     Hendra Setiawan              ( 14513020 )
4.     Ikhasan Zakaria               ( 14513257 )
5.     Widya Djaati                    ( 19513267 )

A.      Latar belakang
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo, 2003). Studi tentang kekuasaan dan pengaruhnya sangat penting untuk dipahami bagaimana organisasi melakukan aktivitasnya. Sangat memungkinkan untuk melibatkan kekuasaaan (power) dalam setiap interaksi dan hubungan sosial pada organisasi. Orang cenderung untuk mempengaruhi individu lain dan organisasi dalam setiap tindakan atau perilakunya dengan melakukan social influence dan tindakan (Greenberg & Baron, 2000).
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964) Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu, rela karena terpaksa. Kekuasaan lambat laun diidentifikasikan dengan orang yang memegangnya. Contohnya, dalam masyarakat Indonesia terdapat pada masyarakat-masyarakat hokum adat (misalnya desa) yang letaknya terpencil, dimana semua kekuasaan pemerintahan, ekonomi, dan sosial dipercayakan kepada para kepala masyarakat hokum adat tersebut untuk seumur hidup. Karean luasnya kekuasaan dan besarnya kekuasaan yang menyeluruh dari masyarakat hukum adat kepada kepalanya, pengertian kekuasaan dan pengertian orang yang memegangnya lebur menjadi satu. Gejala lain dalam masyarakat yang memegangnya lebur menjadi satu. Gejala lain dalam masyarakat yang memegangnya lebur menjadi satu. Gejala lain dalam masyarakat yang kecil dan bersahaja tadi adalah tidak adanya perbedaan yang jelas antara kekuasaan ( yang tidak resmi ) dengan wewenang  yang resmi ( dalam Soekanto, 1992).
Sebaliknya didalam masyarakat yang besar dan rumit, dimana terlihat berbagai sifat dan tujuan hidup golongan yang berbeda-beda dan  kepentingan yang tidak selalu sama satu dengan lainnya, kekuasaan biasanya terbagi pada beberapa golongan. Oleh karena itu, terdapat perbedaan dan pemisahan teoritis dan nyata tentang kekuasaan politik, militer, ekonomi, dan agama dan seterusnya. Kekuasaan yang terbagi itu tampak dengan jelas di dalam masyarakat yang menganut dan melaksanakan demokrasi secara luas ( dalam Soekanto, 1992).
Kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan sebagai upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat.
Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh pelaku politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik hanyalah untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan semua orang yang ada dalam organisasi, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan anggota organisasi terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam kehidupan.

1.     Definisi Kekuasaan
Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Kekuasaan seringkali disamakan dengan konsep politik, bahkan banyak yang beranggapan bahwa kekuasaan adalah politik. Begitu pentingnya peranan kekuasaan dalam masyarakat baik yang masih saja maupun yang sudah besar atau rumit susunannya menyebabkan munculnya penilaian baik atau buruknya harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat. Kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat oleh sebab tidak merata itulah munculnya makna yang pokok dari kekuasaan itulah merupakan kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu rela atau karena terpaksa (Soejono Soekamto, 2007:227).
Menurut Max Weber, kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannnya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
2.     Sumber-sumber Kekuasaan Menurut French dan Raven
French dan Raven (dalam Sarlito, 2005), menyusun sebuah kategorisasi sumber kekuasaan ditinjau dari hubungan anggota (target) dan pemimpin (agent):
a)           Kekuasaan Imbalan atau Ganjaran (Insentif Power)
Kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh. 

b)          Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik atau merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekuensi tindakan yang menyenangkan, misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus, maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

c)           Kekuasaan Resmi ( Legitimate Power )
Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan

d)          Kekuasaan Keahlian ( Expert Power )
Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.  Contohnya ; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah uang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit

e)           Kekuasaan Rujukan ( Referent Power
Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural ( lebih jauh dari alam nyata ). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (faktor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.


B.      Kesimpulan
Kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik


DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. 1982., Sosiologi sebagai Suatu Pengantar.  Raja Grafindo Persada : Jakarta
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi       Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
            Weber, Max. 1972. Wirtschaft und Gesellschaft. Tubingen: Mohr  Siebeck
Indriani, Santi. 2010, “Hukum dan Kekuasaan dalam Implementasinya”. Volume 3, No. 6, https://jodfisipunbara.files.wordpress.com/2012/05/11-santi-oke-hal-81-89.pdf, Desember 2010.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar